"Rupiah melemah karena ada ekspektasi menguatnya USD. Ketidakpastian membuat orang memegang USD," ujar Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 7 Januari 2019.
Namun, Lana optimistis ketidakpastian akibat konflik ini idak berlangsung lama. Hal itu terlihat dari indeks saham berjangka AS yang terpantau menguat. Indeks Futures Dow Jones Industrial Average naik 33 poin, lebih tinggi empat poin dibandingkan indeks S&P 500 dan Nasdaq yang terpantau datar.
"Kayaknya sudah mereda ya, jadi enggak lama pengaruhnya ke ekonomi. Dan sepertinya Iran cool saja, meski kita juga harus jaga-jaga kalau dia melakukan serangan balasan," imbuhnya.
Melansir CNBC International, menguatnya saham teknologi membantu pasar mengatasi kekhawatiran awal atas konflik AS-Iran.
Selain itu, harga minyak juga mulai turun pada Selasa pagi, 7 Januari 2019, setelah kenaikannya beberapa hari terakhir. Brent diperdagangkan pada USD68,43 per barel dan WTI dijual pada USD62,88 per barel.
Sebelumnya, pasar sempat bergejolak di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dengan Iran. Saham global anjlok pascatewasnya Mayjen Iran Qassem Soleimani akibat serangan udara AS, Kamis malam waktu setempat.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan akan membuat aksi pembalasan. Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan AS telah melintasi 'garis merah' pada serangan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News