Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan akan membuat aksi pembalasan. Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan AS telah melintasi "garis merah" pada serangan itu.
Emas mendekati harga tertingginya dalam enam tahun terakhir. Begitu juga dengan harga minyak. Hal yang sama terjadi pada harga surat utang pemerintah yang melonjak karena investor mulai meninggalkan aset-aset yang mudah menguap.
Dilansir Bussiness Insider, Senin, 6 Januari 2020, empat analis memaparkan bagaimana investor seharusnya memposisikan diri mereka.
1. Emas tetap jadi favorit
Tingginya risiko konflik bersenjata kemungkinan akan membuat saham lebih rendah sepanjang Januari 2020, dan beralihnya modal investor ke aset safe haven sampai kekhawatiran mereda, kata OANDA dalam catatannya.
"Serangan udara membuat wilayah itu tidak stabil, dan kematian Soleimani jadi awal dari respons pergerakan pasar," tulis perusahaan analis tersebut.
"Seluruh wilayah ini rentan, dan saham masih memiliki ruang lebih banyak untuk jatuh," kata Edward Moya, analis pasar di perusahaan tersebut.
Dengan beralihnya modal investor ke aset safe-haven, emas akan tetap menjadi pilihan favorit meski dolar AS dan Yen Jepang juga bisa memberikan perlindungan yang sama dari meningkatnya volatilitas.
"Tetapi emas akan tetap menjadi raja hingga ketegangan mereda," kata Moya yang memaparkan logam mulia dapat dengan mudah melampaui level tertinggi 2019, bahkan melonjak ke USD1.600 atau setara Rp22,4 juta (Kurs USD Rp14 ribu) pada akhir Januari.
2. Waktu yang tepat membeli saham teknologi
"Penurunan indeks saham AS adalah peluang bagi investor yang ingin membeli saham teknologi dengan harga yang lebih murah," tulis analis Wedbush, Dan Ives pada catatannya.
Kinerja saham-saham teknologi melonjak pada 2019 dan menjadi yang terbaik dalam dasawarsa ini. Wedbush mempertahankan keyakinannya bahwa sektor ini akan melonjak lebih tinggi pada 2020, terlepas dari konflik AS-Iran.
Ives merekomendasikan saham-saham teknologi yang patut dicermati antara lain cloud (Microsoft), 5G (Apple), cloud perawatan kesehatan (Nuance) dan keamanan siber (CyberArk, Fortinet, Varonis, SailPoint, dan Zscaler).
3. Risiko geopolitik bukan ancaman
"Pasar saham mendapatkan keuntungan tahunan terbaik sejak 2013, dan investor tidak seharusnya menganggap risiko geopolitik baru sebagai ancaman signifikan bagi kenaikan jangka panjang," kata Kepala Investasi di CIBC Private Wealth Management, David Donabedian.
"Iran menyiratkan akan membalas sehingga membawa ketidakpastian yang meningkat. Tetapi pandangan kami bahwa pasar akan bullish tidak berubah," tulis David.
"Respons Iran memang patut diantisipasi, tetapi investor tidak perlu bereaksi berlebihan," imbuhnya.
David merujuk pada tingkat inflasi di AS, sikap kebijakan moneter, dan pendapatan perusahaan yang kuat sebagai tanda-tanda ekonomi yang sehat. Dia juga mengutip kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok yang akan segera ditandatangani sebagai sentimen positif bagi pasar saham.
4. Tidak harus mengubah strategi
Kepala investasi UBS Mark Haefele mengatakan bahwa dunia telah menghadapi banyak ketidakpastian politik. Namun, itu tidak berdampak signifikan pada perdagangan saham.
Dia menekankan, investor harus tetap stabil agar ketidakpastian geopolitik tak mengubah strategi mereka. "Risiko geopolitik tidak cukup kuat untuk mendorong penurunan berkelanjutan di pasar, dan penting bagi investor untuk mempertahankan fokus jangka panjang, sejalan dengan rencana keuangan mereka yang lebih luas," tandas Mark.
Mark juga menambahkan untuk tidak terlalu berharap kenaikan harga minyak akan terjadi secara berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News