Mengutip CNBC, Sabtu, 8 Juni 2019, Sarah Bloom Raskin, yang duduk di Dewan Fed dari 2010 hingga 2014, menawarkan analisis tersebut sehubungan dengan pidato Ketua Jerome Powell baru-baru ini di mana ia mengatakan bank sentral akan bertindak sesuai kondisi perekonomian untuk mempertahankan ekspansi.
"Saya pikir Powell telah memberikan pesan kepada pasar yang mengindikasikan bahwa penurunan suku bunga akan datang. Ini, pada dasarnya, merupakan sinyal yang sangat kuat bahwa Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) sebenarnya siap untuk berbicara tentang pemotongan suku bunga," kata Raskin, yang sekarang menjadi rekan senior di Duke University.
Komite Pasar Terbuka Federal, yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan moneter Amerika, dijadwalkan untuk bertemu berikutnya pada 18-19 Juni untuk memutuskan suku bunga acuan apakah harus diubah atau tidak. Keputusan itu tentu harus mempertimbangkan beberapa indikator perekonomian di Amerika Serikat.
Investor telah memprediksi bahwa the Fed akan memangkas suku bunga, meskipun bank sentral sebelumnya mengindikasikan akan mempertahankan kebijakan moneter sepanjang tahun. Hal itu dengan harapan bisa menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi AS.
Sementara itu, investor yang menyerukan penurunan suku bunga berpendapat perang dagang yang sedang berlangsung antara Washington-Beijing mengancam memperlambat ekonomi global, yang pada gilirannya akan merugikan AS.
Kepala Ekonom Morgan Stanley Chetan Ahya percaya bahwa apapun respons kebijakan yang diambil the Fed kemungkinan akan reaktif terhadap langkah selanjutnya Presiden AS Donald Trump dalam perselisihan dagang pemerintahannya dengan Tiongkok.
Ahya mengatakan tanggapan kebijakan tidak bisa pre-emptive karena konsekuensi dari perselisihan perdagangan menimbulkan risiko eksternal. "Itu adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh bank sentral di negara maju serta pembuat kebijakan di Tiongkok," tukasnya.
Raskin dari Duke University mengatakan pertarungan tarif AS-Tiongkok adalah risiko bagi ekonomi Amerika karena itu bisa berakhir merugikan produsen dan konsumen. "Tentu saja, kita memiliki gajah di ruangan itu, yang merupakan tarif ini dan sifat mereka yang tidak terduga. Ancaman dari perang perdagangan datang di atas ekonomi yang sudah melambat.
Mantan gubernur bank sentral itu mengutip beberapa indikator, seperti investasi bisnis dan permintaan untuk barang-barang buatan AS, yang telah menunjukkan tanda-tanda moderasi. Bulan lalu, Washington menaikkan bea atas barang-barang Tiongkok senilai USD200 miliar dari 10 persen menjadi 25 persen, dan Beijing membalas dengan aksi serupa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News