Laporan terbaru Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menyebut proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia terkoreksi menjadi 2,9 persen, terendah sejak krisis finansial 2008-2009. Bahkan, World Trade Organization (WTO) memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan dunia menjadi hanya 1,2 persen.
"Saya galau betul karena begitu meluas dan tadi saya coba teliti purchasing manager index itu terendah sejak krisis, artinya baik inventori pembelian maupun segala macam," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, ditemui di Hotel El Kartika Widjaya, Kota Batu, Jawa Timur, Kamis, 3 Oktober 2019.
Enggar menuturkan dirinya tak ikut campur dengan kebijakan negeri Paman Sam yang berencana menaikkan tarif terhadap produk pertanian dan pesawat dari UE. Apapun alasannya langkah ini bakal meningkatkan inflasli di AS.
"Persoalannya sekarang adalah kalau dengan kondisi ini pasti akan ada lagi koreksi lagi pertumbuhan ekonomi dunia, ekonomi Eropa pasti, demikian juga pertumbuhannya Amerika akan ikut terkoreksi lagi," ungkap Enggar.
Peningkatan tensi pengenaan tarif AS ke UE diharapkan tak berlangsung lama seperti persoalan AS dan Jepang yang akhirnya kedua negara saling menahan diri. AS dan negara UE juga merupakan mitra politik yang apabila ada ketegangan tidak akan berakhir seperti hubungan AS dan Tiongkok.
Adapun Amerika Serikat akan mulai mengenakan tarif pada barang-barang Uni Eropa pada 18 Oktober nanti. Penerapan tarif ini menjadi penalti AS ke UE akibat kasus subsidi ilegal Eropa pada perusahaan penerbangan Airbus, yang dimenangkan negara Paman Sam itu di meja sidang WTO.
Tarif tersebut meliputi tarif 10 persen untuk pesawat dari Prancis, Jerman, Spanyol atau Inggris, 25 persen tarif atas wiski single-malt Irlandia dan Scotch, berbagai pakaian dan selimut dari Inggris, tarif 25 persen untuk kopi dan alat, juga mesin tertentu dari Jerman.
Selanjutnya 25 persen tarif atas berbagai keju, minyak zaitun, dan daging beku dari Jerman, Spanyol, dan Inggris, 25 persen tarif untuk produk daging babi, mentega dan yogurt dari berbagai negara. Total sanksi tarif itu diperkirakan sebesar USD7,6 miliar atau Rp106 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News