Mengutip pembaruan publikasi ekonomi tahunannya, Asian Development Bank 2016, ADB memprakirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2016 sebesar 5,0 persen, turun dari prakiraan ADB pada Maret sebesar 5,2 persen, dan prakiraan untuk 2017 sebesar 5,1 persen, bahkan turun dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,5 persen.
"Penyesuaian prakiraan ini merefleksikan belanja investasi yang lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Di tengah situasi yang sulit, ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh sehat tahun ini," ungkap Wakil Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Sona Shrestha, dalam siaran persnya, Selasa (27/9/2016).
Menurut dia, seiring makin terwujudnya reformasi kebijakan di Indonesia dan membaiknya momentum pertumbuhan perekonomian negara-negara industri utama, besar kemungkinan akan ada peningkatan ekonomi lebih lanjut di tahun mendatang.
Selain itu, upah minimum lebih tinggi, kenaikan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak, dan melambatnya inflasi mendorong pertumbuhan pengeluaran rumah tangga.
"Alokasi APBN yang lebih tinggi untuk Dana Desa dan prospek yang lebih baik di sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan di perdesaan," tambah dia.
Sementara itu, belanja pemerintah untuk infrastruktur akan mengalami percepatan pada paruh kedua 2016, sejalan dengan pola tahunan kenaikan pengeluaran menjelang akhir tahun, namun secara keseluruhan investasi dan konsumsi pemerintah akan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya dikarenakan rendahnya realisasi pendapatan.
"Investasi swasta akan memperoleh manfaat dari diterapkannya serangkaian paket reformasi kebijakan yang telah diumumkan pemerintah. Beberapa perbaikan penting antara lain dibukanya peluang penanaman modal asing bagi 35 industri tambahan, dan proses izin usaha yang telah disederhanakan secara signifikan," jelasnya.
Dia menambahkan, para pengambil kebijakan di Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai langkah untuk menghadapi risiko terhadap prospek pertumbuhan jika terjadi pemotongan anggaran yang akan menimbulkan keterlambatan berbagai proyek infrastruktur.
Laporan ini juga mencatat adanya kelemahan di pasar tenaga kerja yang dapat melemahkan kepercayaan konsumen. Tercatat, telah terjadi penurunan jumlah pekerjaan pada periode 12 bulan sampai dengan Februari 2016, dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun jumlah pekerjaan di perdesaan meningkat.
"Meskipun sektor pertanian di pedesaan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak karena keterlambatan musim panen, pasar tenaga kerja bagi pekerja berpendidikan mengalami stagnasi upah, dengan makin banyaknya lulusan pendidikan tinggi yang mengambil pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi setinggi mereka," tambah Sona.
Dia menjelaskan, tren ini terjadi bersamaan dengan keluarnya pekerja berketerampilan rendah, terutama perempuan, dari angkatan kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News