Hanya selama satu bulan sejak penurunan terakhir peringkat kredit Moskow, Moody's mengatakan Rusia diperkirakan akan mengalami resesi yang mendalam pada 2015 dan terus berkontraksi pada 2016.
"Penurunan kepercayaan kemungkinan akan membatasi permintaan domestik dan memperburuk ekonomi Rusia yang sudah kekurangan investasi kronis," papar lembaga pemeringkat, seperti dilansir dari AFP, Sabtu (21/2/2015).
Moody's memangkas peringkat obligasi negara itu satu tingkat menjadi Ba1, tingkat "spekulatif" atau "sampah" dari sebelumnya di Baa3. Langkah ini juga datang setelah Standard & Poor's mengundang kemarahan Moskow pada 26 Januari, karena menurunkan peringkat utang negara itu ke tingkat sampah.
Moody's mengatakan bahwa kekuatan fiskal pemerintah "akan berkurang secara material" dalam menghadapi berlanjutnya pelarian modal, lebih lanjut menurunkan akses negara itu ke pasar modal internasional.
Selain itu, Moody's juga mengatakan bahwa, meskipun rendah untuk saat ini, risiko sedang meningkat ketika pemerintah dapat menanggapi tekanan internasional atas perannya dalam krisis Ukraina dengan memutuskan untuk memperlambat pembayaran utang luar negeri.
Moody's juga melekatkan prospek negatif pada peringkatnya, menunjukkan negara itu menghadapi potensi penurunan peringkat lain dalam beberapa bulan mendatang.
"Tampaknya lebih mungkin bahwa Rusia akan menghadapi sanksi tambahan daripada sanksi-sanksi saat ini yang diangkat dalam beberapa bulan mendatang. Ekonomi yang terkait risiko juga bias ke penurunan," katanya.
Penurunan peringkat menyusul pertempuran di Ukraina selama sepekan yang merusak kesepakatan gencatan senjata baru yang dinegosiasikan antara pemimpin Rusia, Jerman, Prancis, Ukraina dan pemberontak pro-Moskow. Pada Jumat, Amerika Serikat, pemimpin dalam sanksi menekan Rusia, menyampaikan beberapa kritik paling keras lagi, menuduh Moskow "merusak" tatanan global dengan mendukung para pemberontak.
"Kami menyerukan Rusia untuk menghormati komitmennya dengan tindakan tegas sebelum kita melihat lebih banyak kota hancur dan lebih banyak orang kehilangan nyawa di kawasan timur Ukraina," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News