Mengutip Antara, Selasa, 2 Juli 2019, langkah ini kemungkinan akan membuat marah Presiden AS Donald Trump, yang telah menuntut pemimpin OPEC Arab Saudi memasok lebih banyak minyak dan membantu mengurangi harga di stasiun pengisian bahan bakar minyak jika Riyadh menginginkan dukungan militer AS dalam perselisihannya dengan saingan berat Iran.
Harga patokan minyak mentah Brent telah naik lebih dari 25 persen tahun ini setelah Gedung Putih memperketat sanksi terhadap anggota OPEC, Venezuela dan Iran, memangkas ekspor minyak mereka.
OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia telah mengurangi produksi minyak sejak 2017 untuk mencegah penurunan harga di tengah melonjaknya produksi minyak AS, yang telah menyusul Rusia dan Arab Saudi sebagai produsen utama dunia.
Kekhawatiran tentang melemahnya permintaan global sebagai akibat dari pertengkaran perdagangan AS-Tiongkok telah menambah tantangan yang dihadapi oleh 14 negara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
"Arab Saudi melakukan yang terbaik untuk mencapai harga minyak pada USD70 per barel meskipun apa yang diinginkan Trump. Tapi mereka belum mencapai itu, sekalipun dengan ekspor minyak Iran dan Venezuela turun. Dan alasannya adalah lemahnya permintaan dan pertumbuhan minyak serpih AS,” kata Gary Ross dari Black Gold Investors.
Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar di dunia dan bukan anggota OPEC, tidak berpartisipasi dalam pakta pasokan. Lonjakan harga minyak mungkin mengarah ke bensin yang lebih mahal, masalah utama bagi Trump saat ia berusaha terpilih kembali tahun depan.
Pertemuan OPEC akan diikuti oleh pembicaraan dengan Rusia dan sekutu lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, pada Selasa waktu setempat. Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku setuju dengan Arab Saudi untuk memperpanjang pengurangan produksi yang ada sebesar 1,2 juta barel per hari, atau 1,2 persen dari permintaan global.
Harga minyak bisa terhenti karena pelambatan ekonomi global menekan permintaan, dan minyak AS membanjiri pasar, sebuah jajak pendapat terhadap para analis. "Saya pikir sembilan bulan memberi kami landasan yang cukup untuk menunggu pasar seimbang," kata Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News