"Sementara normalisasi lanjutan kebijakan moneter AS hingga saat ini telah berjalan secara tertib, masih ada risiko signifikan dari volatilitas lebih lanjut di pasar keuangan dan pasar modal global," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), SCBD, Jakarta, Rabu, 6 Juni 2018.
Dirinya menambahkan kenaikan yang cepat dalam imbal hasil AS telah memicu kesulitan keuangan di negera berkembang seperti Argentina dan Turki. Volatilitas lanjutan seperti itu dapat mengakibatkan biaya pembiayaan meningkat lebih tajam bagi negara-negara berkembang.
Pada saat yang sama, meningkatnya proteksionisme perdagangan menciptakan risiko riil bahwa percepatan perdagangan global baru-baru ini dapat terhenti, dan membebani ekspor Indonesja dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Peningkatan lebih lanjut dalam langkah-langkah dan sentimen proteksionis dapat mengakibatkan hambatan yang lebih besar dari sektor eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia," jelas dia.
Kondisi keuangan global yang lebih ketat dan meningkatnya volatilitas berkontribusi terhadap arus keluar modal dan depresiasi nilai tukar. Dengan adanya normalisasi kebijakan moneter AS yang diproyeksikan akan lebih cepat dari yang diperkirakan, kondisi keuangan global telah mengalami pengetatan yang lebih cepat dari yang diperkirakan.
"Ini mengakibatkan terjadinya volatilitas di antara negara-negara berkembang dalam beberapa bulan terakhir ini. Pengetatan kebijakan AS telah menyebabkan arus defisit keluar portofolio yang besar, menyebabkan defisit neraca pembayaran sebesar 1,5 persen dari PDB di kuartal I, pertama kali dalam dua tahun terakhir," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id