"Saya tidak percaya ini adalah awal dari perang dingin. Pertama, karena saya telah dilatih pada saat Perang Dingin. Saya tahu apa itu (Perang Dingin) dan ini bukan yang saya lihat hari ini. Ya, ada ketegangan, ada gesekan, tapi saya pikir semua orang telah memahami manfaat kerja sama," kata Lemierre, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu, 28 September 2019.
Adapun AS dan Tiongkok telah terlibat dalam sengketa perdagangan selama lebih dari satu tahun dan kedua belah pihak telah menaikkan tarif miliaran dolar dari barang masing-masing. Meskipun banyak putaran negosiasi, belum ada terobosan atau kesepakatan dagang yang signifikan.
Pekan lalu, delegasi perdagangan Tiongkok berada di Washington untuk putaran pembicaraan berikutnya menjelang pertemuan tingkat tinggi pada Oktober. Tetapi pertemuan itu terhenti ketika negosiator Tiongkok membatalkan kunjungan ke pertanian di Nebraska.
Pembatalan mereka yang tiba-tiba menyebabkan pasar saham AS jatuh. Pasalnya pembatalan pertemuan tersebut mengurangi optimisme pada pembicaraan perdagangan dan menghancurkan harapan bahwa Beijing mungkin bersiap untuk membeli sejumlah besar barang pertanian Amerika.
Meski demikian, Lemierre mengaku tidak terlalu khawatir tentang perkembangan itu. "Perdagangan adalah perdagangan. Perdagangan adalah tentang negosiasi. Ketika ada negosiasi, ada ketegangan, dan saya tidak begitu khawatir tentang jenis insiden ini, seperti yang Anda sebutkan. Itu bagian dari proses negosiasi," tukasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, dunia sedang menunggu kesimpulan apapun yang akan terjadi terkait kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok. "Itu akan memakan waktu (untuk kedua negara mencapai kata sepakat). Tetapi sekali lagi, perdagangan adalah tentang negosiasi, ketegangan, dan saya berharap itu akan diperbaiki," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Warburg Pincus Charles Kaye memperkirakan ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok bakal berlarut-larut selama dekade berikutnya, sehingga investor harus belajar untuk beroperasi di bawah ketidakpastian yang berkepanjangan. Meski demikian, tetap ada harapan agar ketegangan segera hilang demi kepentingan bersama.
Dua ekonomi teratas dunia ini telah terlibat dalam perang dagang yang dimulai setahun lalu dengan dimulai pertarungan tarif. Namun, kondisi itu meluas ke bidang-bidang lain seperti teknologi. Ketika perselisihan berlanjut, banyak investor dan analis semakin menurunkan harapan mereka untuk kedua negara segera menemukan resolusi cepat.
"Ada banyak perdebatan tentang negosiasi perdagangan saat ini dan apakah kesepakatan terjadi atau tidak. Saya pikir pandangan yang lebih luas yang saya miliki adalah bahwa kita semua hanya perlu belajar untuk hidup dengannya," pungkas Charles Kaye.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News