"Tindakan perdagangan bilateral baru-baru ini tidak memiliki dampak nyata pada ketidakseimbangan global karena ketidakseimbangan eksternal mencerminkan kebijakan makro yang memengaruhi agregat tabungan dan investasi," kata Gita Gopinath, seperti dikutip dari Antara, Kamis, 18 Juli 2019.
Ia menyoroti dampak dari ketegangan perdagangan dan mencatat bahwa tarif-tarif yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan kenaikan harga untuk konsumen serta telah membebani investasi perdagangan dan pertumbuhan global, mengikis kepercayaan, dan mengganggu rantai pasokan global.
"Sangat penting bahwa semua negara menghindari kebijakan yang mendistorsi perdagangan," kata Gopinath.
Menyusul krisis keuangan global, surplus dan defisit transaksi berjalan secara keseluruhan turun tajam dari sekitar 6,0 persen dari PDB global pada 2007 menjadi sekitar 3,5 persen pada 2013. Sejak itu, ketidakseimbangan neraca berjalan global telah sedikit menurun hingga 3,0 persen dari PDB dunia pada 2018, laporan menunjukkan.
Negara-negara dengan defisit neraca berjalan berlebih, seperti Inggris dan Amerika Serikat, harus mengadopsi atau melanjutkan dengan konsolidasi fiskal yang ramah pertumbuhan. Sementara negara-negara dengan surplus neraca berjalan berlebih, seperti Jerman dan Korea Selatan, harus menggunakan ruang fiskal.
"Uuntuk meningkatkan investasi infrastruktur publik dan pertumbuhan potensial," kata Gopinath.
Kepala Ekonom IMF itu menambahkan baik negara defisit maupun surplus harus fokus pada penanganan sumber makro dan struktural yang mendasari ketidakseimbangan alih-alih menggunakan tindakan perdagangan yang terdistorsi, menyerukan kebijakan struktural yang dirancang dan diurutkan secara hati-hati.
"Negara-negara harus bekerja bersama untuk menghidupkan kembali upaya liberalisasi dan memperkuat sistem perdagangan multilateral berbasis aturan yang telah melayani ekonomi global dengan baik selama 75 tahun terakhir," pungkas Gopinath.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News