Ilustrasi. AFP PHOTO/BEN STANSALL
Ilustrasi. AFP PHOTO/BEN STANSALL

Saham Inggris Merosot 1,12%

Antara • 01 November 2019 09:47
London: Saham-saham Inggris berakhir melemah pada perdagangan Kamis waktu setempat (Jumat WIB). Hal itu terlihat dengan indeks acuan FTSE-100 di Bursa Efek London merosot sebanyak 1,12 persen atau 82,40 poin menjadi 7.248,38 poin.
 
Mengutip Antara, Jumat, 1 November 2019, Royal Dutch Shell Plc B, sebuah perusahaan minyak dan gas utama yang memiliki sumber di Inggris untuk keperluan pajak mengalami kerugian terbesar (top loser) di antara saham-saham unggulan atau blue chips, dengan harga sahamnya jatuh 4,50 persen.
 
Diikuti oleh saham Royal Dutch Shell Plc A, perusahaan minyak dan gas utama yang memiliki sumber di Belanda untuk keperluan pajak, berkurang 4,12 persen, serta Smith & Nephew, perusahaan teknologi medis global, merosot 3,64 persen.

Sementara itu, sebuah perusahaan pertambangan logam mulia yang berbasis di Meksiko, melonjak 2,63 persen, menjadi peraih keuntungan terbesar (top gainer) dari saham-saham unggulan.
 
Disusul oleh saham perusahaan induk taruhan Flutter Entertainment dan kelompok perusahaan penerbangan International Consolidated Airlines Group, yang masing-masing bertambah sebesar 2,42 persen dan 2,19 persen.
 
Di sisi lain, bursa saham Wall Street jatuh pada Kamis waktu setempat (Jumat WIB), karena investor mencerna sejumlah data suram dan pembaruan terkait penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Selain itu, perang dagang yang berlarut-larut antara AS dan Tiongkok turut membebani pasar saham.
 
Pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones Industrial Average turun sebanyak 140,46 poin atau 0,52 persen ke 27.046,23. Sedangkan S&P 500 turun 9,21 poin atau 0,30 persen menjadi 3.037,56. Indeks Komposit Nasdaq menghapus 11,62 poin atau 0,14 persen menjadi 8.292,36.
 
Sebanyak sembilan dari 11 sektor utama S&P 500 merosot, dengan industri dan material masing-masing turun 1,14 persen dan 1,10 persen, memimpin para pecundang. Ada harapan agar sejumlah sektor tersebut bisa kembali bangkit dan nantinya memberikan imbal hasil lebih menarik bagi para investor.
 
Chicago Purchasing Managers Index (Chicago PMI), juga dikenal sebagai Chicago Business Barometer, turun 3,9 poin menjadi 43,2 pada Oktober. Kondisi itu menandai level terendah sejak Desember 2015 dan menunjukkan kelemahan lebih lanjut dalam aktivitas bisnis.
 
PMI Chicago dianggap sebagai salah satu indikator utama ekonomi AS. Nilai di atas 50,0 menunjukkan perluasan aktivitas manufaktur. Melihat situasi seperti itu, maka diharapkan ada langkah perbaikan agar nilai PMI Chicago bisa berada di atas 50.
 
Sementara itu, dalam pekan yang berakhir 26 Oktober, klaim pengangguran awal AS, cara kasar untuk mengukur PHK, tercatat 218 ribu atau meningkat 5.000 dari tingkat revisi minggu sebelumnya, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan. Ekonom yang disurvei MarketWatch memperkirakan klaim baru akan mencapai total 215 ribu yang disesuaikan secara musiman.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan