"Sejumlah hambatan terus mengancam seperti kekhawatiran mengenai arus modal keluar, tekanan mata uang, dan perlemahan harga komoditas dunia," kata Direktur ADB untuk Indonesia Steven Tabor, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Tabor menjelaskan, peningkatan arus modal keluar dari kawasan Asia berkembang meningkat dengan cepat pada paruh pertama 2015 hingga USD160 miliar. "Situasi ini merupakan antisipasi dari naiknya suku bunga the Fed. Konsekuensinya, risiko di kawasan ini meningkat, nilai tukar mata uang terus melemah dan momentum pertumbuhan terhambat," jelasnya.
Sedangkan, lanjut dia, tekanan mata uang di sebagian besar negara berkembang di Asia terjadi akibat kuatnya dolar Amerika Serikat (USD) yang bisa menjadi ancaman terhadap kenaikan utang luar negeri swasta.
"Perusahaan Asia yang memiliki utang dalam mata uang asing terancam. Data menunjukkan porsi utang dalam mata uang asing di berbagai perusahaan Indonesia, Vietnam, dan Sri Langka mencapai 65 persen," ujar Tabor.
Sementara itu, Tabor mengatakan, penurunan harga komoditas dunia hingga 50 persen tahun depan menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah negara berkembang di Asia yang ekspornya tergantung pada komoditas.
"Perlemahan harga komoditas didorong turunnya minat Tiongkok pada energi, logam dan komoditas lainnya menimbulkan kekhawatiran bagi negara yang perekonomiannya fokus pada ekspor komoditas seperti Indonesia, Mongolia, Azerbaijan dan Kazakhtan," ungkapnya.
ADB dalam laporan publikasi ekonomi terbaru memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kawasan negara berkembang di Asia mencapai 5,8 persen pada 2015 dan 6,0 persen pada 2016, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya karena perekonomian Tiongkok dan India masih mengalami perlemahan.
Perekonomian Asia Tenggara memikul beban terberat karena salah satu negara tujuan ekspor utama yaitu Tiongkok sedang mengalami perlambatan sehingga kawasan itu diproyeksikan hanya tumbuh 4,4 persen pada 2015 dan meningkat sebesar 4,9 persen pada 2016.
"Meskipun mengalami perlambatan, kawasan Asia berkembang diperkirakan masih menjadi kawasan dengan kontribusi terbesar bagi perekonomian global," pungkas Tabor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News