Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan jatuhnya mata uang akibat "operasi melawan Turki". Erdogan pun menepis anggapan bahwa ekonomi negara itu sedang menghadapi masalah.
Melansir CNBC, Senin, 13 Agustus 2018, ahli strategi dari JP Morgan Asset Management mengatakan anggota NATO itu telah menemukan dirinya "di tengah-tengah badai yang sempurna" yakni kondisi keuangan yang memburuk, sentimen investor yang goyah, manajemen ekonomi yang tidak memadai, hingga ancaman tarif dari Amerika Serikat (AS).
"Aset Turki berada di bawah tekanan berat," tulis ahli strategi dalam catatannya.
"Sementara Turki membentuk persentase kecil dari ekonomi global dan pasar keuangan, investor khawatir tentang masalah di Turki yang menyebabkan kerusakan di pasar lain di seluruh dunia, terutama Eropa," lanjut analisa tersebut.
Dalam jangka waktu dekat, keputusan kebijakan dari Washington telah memicu lira merosot sebanyak 20 persen terhadap dolar pada perdagangan Jumat setelah Presiden Donald Trump mengatakan dia menyetujui melipatgandakan tarif logam di Ankara. Namun demikian celah-celah di fondasi ekonomi Turki sudah menyebar sebelum presiden Amerika membuat langkahnya.
Erdogan, pada Sabtu waktu setempat (Minggu WIB), sebelumnya menyalahkan anjloknya ekonomi Turki kepada AS dan negara-negara lain yang ia klaim sedang melancarkan 'perang' terhadap Turki. Tidak ditampik, sekarang ini mata uang lira dan ekonomi Turki sedang tertekan cukup dalam.
"Dolar Amerika Serikat (USD), euro, dan emas sekarang merupakan peluru, meriam, dan rudal perang ekonomi yang dilancarkan terhadap negara kita," tegas Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, di provinsi timur laut Rize, seperti dilansir dari CNBC, Minggu, 12 Agustus 2018.
Erdogan berjanji kepada para pendukungnya bahwa Pemerintah Turki siap mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi ekonominya. Akan tetapi, hal yang paling penting dilakukan sekarang adalah menghancurkan "tangan-tangan" yang menembakkan senjata-senjata tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News