"Walaupun Donald Trump masih bisa selamat, ini mengindikasikan perpolitikan di AS semakin memanas dan ini akan menguatkan dolar, yang tadinya dolar melemah," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya, Minggu, 14 Juli 2024.
Kondisi ini, lanjut Ibrahim, akan berdampak terhadap aset-aset safe-haven dimana para pemodal besar, investor, akan kembali melakukan pembelian secara long term terhadap emas dunia.
Di sisi lain, Ibrahim melihat bank sentral AS (Federal Reserve) dalam pertemuan minggu kemarin tetap akan menurunkan suku bunga dua kali setelah melihat data inflasi inti yang terus mengalami penurunan.
Sebelumnya, bank sentral mengatakan penurunan suku bunga kemungkinan besar akan memindahkan inflasi inti yang masih cukup tinggi di level tiga persen.
"Tetapi kita harus ingat ada kemungkinan besar kalau seandainya kondisi ekonomi di Amerika terus membaik, ya ada kemungkinan bak sentral bukan hanya dua kali menurunkan suku bunganya, bisa saja tiga kali. Target 75 bps kemungkinan besar akan tercapai," tutur dia.
Baca juga: Donald Trump Ditembak saat Kampanye di Pennsylvania |
Tiongkok bakal berontak?
Di sisi lain, tambah Ibrahim, ia melihat kondisi ekonomi di Tiongkok terus menghadapi tekanan imbas perang dagang atas bea impor yang diberlakukan Uni Eropa, salah satunya mobil listrik dan aki listrik yang sudah diberlakukan tarif antara 7,1 persen sampai 18,4 persen.
"Kita juga sedang menunggu bagaimana perlawanan dari Tiongkok untuk (penerapan) bea impor (dari Uni Eropa) tersebut," jelas Ibrahim.
Kondisi-kondisi ini yang meyakinkan Ibrahim meramal harga emas dunia akan cenderung mengalami penguatan yang cukup signifikan.
"Bahkan kalau saya liat secara teknikal, kalau seandainya harga emas bisa tembus di level USD2.489 ada kemungkinan besar harga emas akan menyentuh rekor tertingginya di USD2.550," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News