Laporan Komite Energi 2050 berfokus pada pendekatan berbasis skenario bagi Singapura untuk mengarahkan sektor energi pada 2050 dan tergantung pada kecepatan bagaimana teknologi energi rendah karbon seperti hidrogen, panas bumi baru, dan teknologi nuklir maju digunakan secara global, yang dianggap ketidakpastian kritis.
Dalam salah satu dari tiga skenario yang dibuat oleh komite, hidrogen rendah karbon mendominasi campuran pasokan Singapura pada 2050, menggantikan gas alam sebagai bahan bakar utama untuk menggerakkan negara. Dalam skenario ini juga, Singapura dapat mulai menerapkan alternatif rendah karbon lainnya seperti energi nuklir.
Langka itu tentunya untuk mendiversifikasi campuran pasokannya dan berada pada posisi yang baik untuk meningkatkannya lebih lanjut ketika mereka menjadi lebih kompetitif secara komersial. Harapannya bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
"Dengan meningkatnya jumlah negara yang mengadopsi energi nuklir untuk mendekarbonisasi ekonomi mereka, Singapura sekarang siap untuk menilai kelayakan energi nuklir untuk penyebaran domestik," kata laporan itu, dikutip dari The Business Times, Senin, 28 Maret 2022.
Sektor listrik negara kota tersebut menyumbang sekitar 40 persen dari total emisi karbon, karenanya memainkan peran penting dalam perubahan iklim negara. Singapura, yang dipimpin EMA, telah mengidentifikasi empat sakelar yakni gas alam, tenaga surya, jaringan listrik regional dan impor listrik, serta alternatif rendah karbon dalam perjalanan transisi energi hijaunya.
Energi nuklir mungkin muncul sebagai pilihan jangka panjang di bawah alternatif rendah karbon lainnya. "Desain pembangkit listrik tenaga nuklir baru yang sedang dikembangkan dan diuji berpotensi jauh lebih aman daripada banyak pembangkit yang beroperasi saat ini," pungkas laporan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News