Sri Mulyani mengungkapkan situasi pada tahun ini diproyeksikan akan semakin memburuk dan ini bukan merupakan kabar baik bagi dunia. Tak hanya itu, ketidaktersediaan pupuk yang terjadi juga membuat masalah krisis pangan bagi masyarakat dunia memperpanjang krisis tersebut.
baca juga: Badan Pangan Apresiasi Transparansi Pangan bagi Indonesia |
"Pandemi covid-19 yang belum terselesaikan, serta perang yang sedang berlangsung di Ukraina kemungkinan akan memperburuk krisis pangan yang sudah parah yang sudah kita lihat. Selain itu, krisis pupuk yang membayangi juga berpotensi memperparah krisis pangan bahkan hingga 2023 dan seterusnya," kata dia dalam side event G20 di Nusa Dua Bali, Jumat, 15 Juli 2022.
Sri Mulyani menambahkan pembatasan kebijakan ekspor jug memperburuk efek dari pandemi covid-19 yang mengakibatkan ketidaksesuaian permintaan pasokan dan gangguan pasokan yang mendorong harga pangan ke level tertinggi. Bahkan harga pangan melonjak hampir 13 persen.
"Pada Maret ini juga mencapai rekor tinggi baru dan kemungkinan akan naik lebih jauh, berpotensi hingga 20 persen menjelang akhir 2022. Tantangan terhadap ekonomi global kemungkinan akan terus berlanjut dalam upaya menjaga harga pangan," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan, ada urgensi krisis pangan harus ditangani. Menurutnya, pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan serta respons sosial bagi masyarakat.
"Hal ini terutama mendesak bagi banyak negara berpenghasilan rendah dan negara berkembang. Selain itu, kita juga melihat kita masih perlu untuk melanjutkan meskipun sangat sulit untuk mempertahankan kebijakan ekonomi makro yang baik, yang juga kini terancam oleh krisis," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News