"Setelah dua tahun berjuang melawan covid-19, ekonomi dunia telah dibiarkan dalam keadaan rapuh. Hari ini, 60 persen pekerja memiliki pendapatan riil yang lebih rendah daripada sebelum pandemi," tulis laporan tersebut, Jumat, 10 Juni 2022.
Tak hanya itu, negara berkembang juga telah kehilangan USD1,2 triliun per tahun untuk mengisi kesenjangan perlindungan sosial. Ke depan, dibutuhkan dana mencapai USD4,3 triliun atau lebih per tahun untuk memenuhi Tujuan Pembangunan (SDGs) Berkelanjutan.
Kemampuan negara dan orang untuk menanganikesulitan karena juga sudah terkikis. Akibat perang, prospek pertumbuhan rata-rata global telah direvisi ke bawah, beberapa negara mengalami keseimbangan fiskal yang telah memburuk, dan rata-rata rumah tangga telah kehilangan 1,5 persen pendapatan karena kenaikan harga pangan.
"Di seluruh dunia, lebih banyak orang telah menghadapi kondisi seperti kelaparan, dan lebih banyak orang menghadapi keadaan darurat kelaparan yang parah. Yang tersisa dampak pandemi, ditambah dengan perang di Ukraina dan dampak perubahan iklim adalah kemungkinan untuk meningkatnya kemiskinkan sehingga kerentanan juga meningkat, terutama untuk wanita dan anak perempuan," lanjut laporan tersebut.
Saat ini tiga transmisi utama dari kondisi global tadi adalah peningkatan harga pangan, kenaikan harga energi, dan pengetatan kondisi keuangan. Masing-masing elemen ini dapat memiliki efek sendiri, tetapi mereka juga bisa saling berkaitan untuk membawa dampak lebih buruk.
"Misalnya, bahan bakar dan pupuk tinggi harga meningkatkan biaya produksi petani, yang dapat mengakibatkan harga pangan yang lebih tinggi dan hasil pertanian yang lebih rendah. Hal ini dapat memberikan tekanan pada keuangan rumah tangga, meningkatkan kemiskinan, mengikis standar hidup, dan ketidakstabilan sosial," tulis laporan tadi.
Untuk itu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk sebuah grup yaitu GCRG yang terdiri dari enam Kepala Negara atau Pemerintahan sebagai Champions Group. Grup ini bertujuan untuk mengkoordinasikan penanganan krisis akibat dari pandemi covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News