Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan melalui juru bicaranya, Kepala PBB tersebut mengatakan negara berkembang telah berjuang untuk mengamankan sumber daya keuangan mereka dalam mengatasi krisis virus korona. Apalagi untuk pulih dari itu.
Sejak awal krisis, dia telah menyerukan likuiditas, melalui penerbitan besar Hak Penarikan Khusus (SDR) -instrumen yang dibuat oleh Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu menambah cadangan kas- bagi mereka yang paling membutuhkan dan realokasi SDR yang tidak terpakai.
Melansir Xinhua, Sabtu, 10 April 2021, pejabat tertinggi PBB itu telah mengusulkan pendekatan tiga tahap untuk mengatasi beban utang. Yakni penghentian utang, penghapusan utang bagi yang paling rentan, dan reformasi arsitektur utang internasional.
Dia pun menyambut seruan konkrit komite IMF untuk alokasi SDR baru, dan realokasi sukarela ke negara-negara yang membutuhkan. Dia mengatakan, langkah tersebut didorong oleh dukungan yang diberikan untuk Debt Service Suspension Initiative (DSSI), yang telah memberikan bantuan sementara sebesar USD5 miliar untuk negara-negara yang rentan, serta untuk Kerangka Kerja Umum untuk Perawatan Utang, yang disepakati oleh negara-negara G20.
"Utang yang macet dan keringanan utang harus diperluas ke negara-negara yang paling membutuhkan -termasuk negara berpenghasilan menengah, yang menampung lebih dari 60 persen orang miskin dunia- tanpa menciptakan stigma atau mengorbankan peringkat kedaulatan mereka," kata pernyataan itu.
Mereformasi arsitektur utang internasional juga penting, dia mencatat bahwa krisis utang di tengah keadaan darurat covid-19 akan membuat tujuan pembangunan berkelanjutan akan berada di luar jangkauan.
Dia pun meminta semua negara dan institusi untuk bergabung dalam upaya global untuk memikirkan kembali prinsip-prinsip yang mendasari arsitektur utang saat ini. Serta mendesak tindakan untuk melengkapi instrumen yang ada dengan mekanisme penyelesaian krisis utang yang lebih efektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News