Dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 3 Desember 2021, kelompok negara maju dan beberapa negara berkembang dari Peru hingga Filipina berkomitmen pada beberapa hal yakni transparansi yang lebih besar, kepastian hukum, dan proses regulasi yang lebih mudah dengan aplikasi elektronik dan biaya yang jelas dan wajar.
Para penandatangan, juga termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, dan anggota Uni Eropa, adalah minoritas dari 164 anggota WTO, tetapi mewakili 90 persen dari semua perdagangan jasa.
Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan penerapan peraturan yang lebih longgar di negara-negara G20 yang lebih besar dapat mengurangi biaya perdagangan hingga enam persen, dengan penghematan tahunan meningkat menjadi USD150 miliar.
Sektor perbankan, teknologi informasi, telekomunikasi, arsitektur dan rekayasa akan menjadi salah satu sektor jasa yang paling diuntungkan.
Kesepakatan itu bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada perusahaan jasa yang sering kali diwajibkan untuk menyerahkan beberapa dokumen kertas kepada regulator dan tidak mengetahui bagaimana aplikasi mereka diproses.
Forum Layanan Eropa, yang anggotanya berkisar dari Apple hingga Zurich Financial Services, menyambut hangat kesimpulan dari negosiasi kesepakatan, dengan mengatakan industri telah menyerukan hal seperti ini selama lebih dari 20 tahun.
Perjanjian tersebut mencakup ketentuan yang melarang diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, yang pertama dari jenisnya dalam kesepakatan WTO. Ini juga memberikan masa transisi tujuh tahun bagi negara-negara berkembang untuk mematuhinya.
Mayoritas anggota WTO belum menandatangani kesepakatan tersebut bebas untuk melakukannya dan bisnis mereka masih akan mendapat manfaat dari rezim peraturan yang lebih transparan dan efisien dari 67 anggota yang berpartisipasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News