Brasilia: Laporan jaksa penuntut umum dan Universitas Federal Minas Gerais mengatakan 28 persen ekspor emas Brasil dalam dua tahun yakni 2019 dan 2020 kemungkinan berasal dari tambang ilegal.
Dia menunjukkan pemalsuan dokumen yang meluas dan kurangnya penegakan hukum yang efektif. Laporan dari jaksa federal dan Universitas Federal Minas Gerais menemukan indikasi legalitas terkait dengan 48,9 ton emas dalam periode dua tahun.
Penambang liar di Brasil sering mengekstraksi emas dari area yang tidak diperbolehkan menambang, seperti cagar alam yang dilindungi atau tanah adat.
Penambangan itu, yang dilakukan tanpa memperhatikan peraturan lingkungan, mendorong deforestasi di hutan hujan Amazon dan juga telah terbukti meracuni sungai dengan merkuri.
Laporan tersebut mempertimbangkan emas yang terdaftar di pemerintah federal untuk membayar pajak atas logam mulia dan referensi silang data tersebut dengan citra satelit di lokasi tambang yang dilaporkan.
Jumlah emas yang dilaporkan keluar dari daerah tersebut melampaui kapasitas sumbernya, menurut laporan tersebut.
"Ada upaya untuk mencuci emas ini, untuk menyembunyikan asal aslinya. Tetapi dengan referensi silang dengan gambar, tidak mungkin emas ini berasal dari asal yang dinyatakan," kata Profesor manajemen lingkungan di Federal University of Minas Gerais, Raoni Rajao, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 31 Agustus 2021.
Untuk 6,3 ton emas, daerah yang dilaporkan kepada pihak berwenang sebagai asal emas tidak menunjukkan bukti penambangan pada citra satelit. Sisanya dilaporkan berasal dari tempat-tempat yang berbatasan dengan kawasan lindung yang menunjukkan tanda-tanda telah diserbu oleh para penambang.
Data pemerintah menunjukkan bahwa 111 ton emas diekspor pada 2020, lebih banyak dari total produksi 92 ton. Hal ini juga menunjukkan beberapa mungkin berasal dari sumber ilegal.
Kementerian Pertambangan dan Energi Brasil tidak segera menanggapi permintaan. Pada 2019 dan 2020, Kanada, Swiss, dan Inggris Raya membeli 72 persen ekspor emas Brasil.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id