Gubernur Bank of Japan (BoJ) Haruhiko Kuroda mengulangi mantra dovish-nya dan mengatakan inflasi akibat dorongan biaya baru-baru ini akan berumur pendek dan tidak akan menjamin penarikan stimulus.
"Sama sekali tidak ada perubahan pada pandangan kami bahwa pantas untuk mempertahankan kebijakan pengendalian kurva imbal hasil kami, termasuk suku bunga negatif," kata Kuroda, dilansir dari Channel News Asia, Selasa, 24 Mei 2022.
Nada bicara Kuroda kontras dengan nada para pejabat Eropa yang semakin mengkhawatirkan inflasi, cukup melakukan pra-komitmen untuk kenaikan suku bunga. "Sudah pasti bahwa suku bunga negatif adalah masa lalu," kata Pembuat Kebijakan European Central Bank (ECB) Eropa Joachim Nagel.
"Faktanya adalah dinamika inflasi telah sangat berubah dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian, kebijakan moneter telah berubah di sebagian besar negara G7," tambahnya.
Dengan Amerika Serikat (AS) juga berjuang untuk menjinakkan inflasi yang melonjak, komunike para pemimpin keuangan G7 mengatakan, bank sentral harus mengkalibrasi laju pengetatan moneter untuk mengatasi inflasi yang mencapai tingkat yang tidak terlihat selama beberapa dekade.
Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner, yang memimpin pertemuan G7, mengatakan bank sentral memiliki tanggung jawab besar untuk membantu mengendalikan inflasi. Inflasi konsumen inti Jepang hanya sedikit melebihi target dua persen BoJ pada April untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun.
Itu artinya jika dibandingkan dengan inflasi zona euro yang mencapai rekor 7,4 persen pada April, jauh di atas target dua persen ECB bahkan setelah menghapuskan kenaikan besar-besaran dalam harga energi dan makanan.
Kuroda menegaskan pertumbuhan upah Jepang yang lambat dan pola pikir deflasi yang lengket akan menjaga inflasi agar tidak naik terlalu tinggi. Tapi kasus Eropa menggarisbawahi bahaya menjadi puas diri tentang risiko perluasan inflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News