Jakarta: Tiongkok kembali menorehkan rekor baru atas kasus harian covid-19 yang mencapai 26 ribu jiwa sejak Februari lalu. Hal tersebut memberikan kekhawatiran kepada investor dan berdampak pada pasar modal Tiongkok secara keseluruhan.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan perlambatan ekonomi memang sudah terjadi dari tahun lalu akibat krisis utang Evergrande yang merupakan raksasa properti Tiongkok.
Default yang terjadi tersebut cukup berdampak pada perekonomian sebab sektor properti menyumbang sekitar 20 persen terhadap GDP. Lalu, kebijakan zero-covid turut memparah kondisi tersebut. Pasalnya, varian demi varian terus berkembang.
"Pertanyaannya, sampai kapan pemerintah Tiongkok akan mempertahankan kebijakan tersebut di kala dunia yang sudah mencanangkan untuk hidup berdampingan dengan pandemi atau dikenal dengan endemi," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 12 April 2022.
Di pasar surat utang, spread yield antara US Treasury dan Obligasi 10Y Tiongkok bergerak ke teritori negatif, terendah sejak Juni 2010. Premi imbal hasil pun yang mengompensasi risiko investasi sudah turun hingga lebih dari 100 bps di sepanjang tahun berjalan.
Hal ini mengindikasikan pudarnya daya tarik investasi di pasar surat utang Tiongkok. Sehingga, terjadi outflow mencapai 90 miliar renminbi atau setara USD14 miliar. Kondisi tersebut membuat bank sentral Tiongkok (PBoC) mensinyalir kebijakan moneter ultra-longgarnya, di mana adanya rencana pemangkasan suku bunga pinjaman untuk stimulus stabilisasi pasar uang negaranya.
Tekanan juga tengah terasa di pasar saham Tiongkok, dengan koreksi cukup tajam terjadi hingga -12,99 persen pada indeks Shanghai sepanjang tahun. Bahkan, beredar kabar otoritas Tiongkok melakukan intervensi dengan meminta perusahaan asset management di sana untuk membatasi penjualan saham dari produk reksa dana untuk mengurangi risiko koreksi lebih tajam.
Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa upaya demi upaya dilakukan untuk mencegah memburuknya pasar modal Tiongkok. Meski demikian, rilis data pertumbuhan kredit Tiongkok tampak bergerak lebih cepat walaupun pelemahan masih terlihat pada utang jangka panjang atau mortgage yang masih dipengaruhi oleh sentimen penurunan sektor properti.
"Kami melihat tekanan pada pasar modal Tiongkok masih akan terjadi baik di pasar saham dan pasar surat utang secara jangka pendek. Tinggal seberapa cepat kebijakan pemerintahnya mampu mengendalikan kasus covid-19 yang saat ini tengah memburuk," kata Nico.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan perlambatan ekonomi memang sudah terjadi dari tahun lalu akibat krisis utang Evergrande yang merupakan raksasa properti Tiongkok.
Default yang terjadi tersebut cukup berdampak pada perekonomian sebab sektor properti menyumbang sekitar 20 persen terhadap GDP. Lalu, kebijakan zero-covid turut memparah kondisi tersebut. Pasalnya, varian demi varian terus berkembang.
"Pertanyaannya, sampai kapan pemerintah Tiongkok akan mempertahankan kebijakan tersebut di kala dunia yang sudah mencanangkan untuk hidup berdampingan dengan pandemi atau dikenal dengan endemi," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 12 April 2022.
Di pasar surat utang, spread yield antara US Treasury dan Obligasi 10Y Tiongkok bergerak ke teritori negatif, terendah sejak Juni 2010. Premi imbal hasil pun yang mengompensasi risiko investasi sudah turun hingga lebih dari 100 bps di sepanjang tahun berjalan.
Hal ini mengindikasikan pudarnya daya tarik investasi di pasar surat utang Tiongkok. Sehingga, terjadi outflow mencapai 90 miliar renminbi atau setara USD14 miliar. Kondisi tersebut membuat bank sentral Tiongkok (PBoC) mensinyalir kebijakan moneter ultra-longgarnya, di mana adanya rencana pemangkasan suku bunga pinjaman untuk stimulus stabilisasi pasar uang negaranya.
Tekanan juga tengah terasa di pasar saham Tiongkok, dengan koreksi cukup tajam terjadi hingga -12,99 persen pada indeks Shanghai sepanjang tahun. Bahkan, beredar kabar otoritas Tiongkok melakukan intervensi dengan meminta perusahaan asset management di sana untuk membatasi penjualan saham dari produk reksa dana untuk mengurangi risiko koreksi lebih tajam.
Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa upaya demi upaya dilakukan untuk mencegah memburuknya pasar modal Tiongkok. Meski demikian, rilis data pertumbuhan kredit Tiongkok tampak bergerak lebih cepat walaupun pelemahan masih terlihat pada utang jangka panjang atau mortgage yang masih dipengaruhi oleh sentimen penurunan sektor properti.
"Kami melihat tekanan pada pasar modal Tiongkok masih akan terjadi baik di pasar saham dan pasar surat utang secara jangka pendek. Tinggal seberapa cepat kebijakan pemerintahnya mampu mengendalikan kasus covid-19 yang saat ini tengah memburuk," kata Nico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News