Jakarta: Inflasi Amerika Serikat (AS) diprediksi akan mengalami peningkatan pada Mei 2022. Inflasi AS pada Mei 2022 diperkirakan berkisar antara 8,3 sampai dengan 8,4 persen secara year on year (yoy) dari bulan sebelumnya yang tercatat 8,3 persen (yoy).
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kenaikan inflasi di AS ini seiring dengan harga komoditas energi yang meningkat pada Mei, yang kemudian tertransmisi ke harga energi di AS.
"Harga minyak mentah WTI pada Mei tercatat naik sekitar 7,7 persen secara bulanan (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya yang justru tercatat turun 6,2 persen (mtm)," kata dia kepada Medcom.id, Selasa, 7 Juni 2022.
Di sisi lain, inflasi inti AS diperkirakan mulai melandai, sebagai dampak dari kenaikan suku bunga yang agresif dari Fed. Kebijakan tightening cycle Fed ditujukan untuk meredam inflasi yang berasal dari sisi demand, namun dampaknya sangat terbatas pada sisi supply.
"Mempertimbangkan ekspektasi rilis data inflasi AS pada Mei 2022 yang cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, maka berpotensi mendorong stance hawkish dari Fed," ungkapnya.
Bank sentral AS, The Federal Reserve sebelumnya diperkirakan akan menaikkan kembali Fed Fund Rate sebesar 50 basis poin (bps) pada rapat FOMC pada 14-15 Juni 2022. Kondisi ini tentunya akan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
"Sejalan dengan sentimen jelang rilis data inflasi AS dan jelang rapat FOMC, maka nilai tukar rupiah diperkirakan akan berkisar Rp14.400 hingga Rp14.525 per USD," pungkas dia.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kenaikan inflasi di AS ini seiring dengan harga komoditas energi yang meningkat pada Mei, yang kemudian tertransmisi ke harga energi di AS.
"Harga minyak mentah WTI pada Mei tercatat naik sekitar 7,7 persen secara bulanan (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya yang justru tercatat turun 6,2 persen (mtm)," kata dia kepada Medcom.id, Selasa, 7 Juni 2022.
Di sisi lain, inflasi inti AS diperkirakan mulai melandai, sebagai dampak dari kenaikan suku bunga yang agresif dari Fed. Kebijakan tightening cycle Fed ditujukan untuk meredam inflasi yang berasal dari sisi demand, namun dampaknya sangat terbatas pada sisi supply.
"Mempertimbangkan ekspektasi rilis data inflasi AS pada Mei 2022 yang cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, maka berpotensi mendorong stance hawkish dari Fed," ungkapnya.
Bank sentral AS, The Federal Reserve sebelumnya diperkirakan akan menaikkan kembali Fed Fund Rate sebesar 50 basis poin (bps) pada rapat FOMC pada 14-15 Juni 2022. Kondisi ini tentunya akan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
"Sejalan dengan sentimen jelang rilis data inflasi AS dan jelang rapat FOMC, maka nilai tukar rupiah diperkirakan akan berkisar Rp14.400 hingga Rp14.525 per USD," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News