Kecerdasan buatan. Foto: Medcom.id.
Kecerdasan buatan. Foto: Medcom.id.

Ada Standar dari Negara G7, Kecerdasan Buatan Bakal Lebih Akurat?

Arif Wicaksono • 21 Mei 2023 18:02
Tokyo: Para pemimpin negara-negara Kelompok Tujuh (G7) menyerukan pengembangan dan adopsi standar teknis untuk menjaga kecerdasan buatan (AI) dapat dipercaya. Namun demikian, tata kelola teknologi belum mengimbangi pertumbuhannya.
 
baca juga: Buka Banyak Lowongan, Kecerdasan Buatan Apple Bakal Makin Canggih

Sementara para pemimpin G7, yang bertemu di Hiroshima, Jepang, mengakui pendekatan untuk mencapai visi dan tujuan bersama dari AI yang dapat dipercaya dapat berbeda-beda. Mereka mengatakan dalam sebuah pernyataan aturan untuk teknologi digital seperti AI harus sejalan dengan tujuan bersama serta nilai demokrasi.
 
Kesepakatan itu muncul setelah Uni Eropa, yang berpartisipasi dalam G7, berencana meloloskan undang-undang untuk mengatur teknologi AI. Sehingga berpotensi menjadi undang-undang AI komprehensif pertama di dunia yang dapat menjadi preseden di antara negara-negara maju.
 
"Kami ingin sistem AI akurat, andal, aman, dan tidak diskriminatif, terlepas dari asalnya," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dikutip dari Channel News Asia, Minggu, 21 Mei 2023.

Para pemimpin G7 mengatakan mereka harus segera mempertimbangkan peluang dan tantangan AI generatif bagian dari teknologi yang dipopulerkan oleh aplikasi ChatGPT.
 
ChatGPT OpenAI mendorong Elon Musk dan sekelompok pakar AI untuk membunyikan alarm pada bulan Maret menyerukan jeda enam bulan dalam mengembangkan sistem yang lebih kuat, dengan alasan potensi risiko bagi masyarakat.
 
Sebulan kemudian, anggota parlemen UE mendesak para pemimpin dunia untuk menemukan cara mengendalikan teknologi AI, dengan mengatakan teknologi itu berkembang lebih cepat dari yang diharapkan.

Hati-hati terapkan aturan AI

Amerika Serikat sejauh ini telah mengambil pendekatan hati-hati dalam mengatur AI, dengan Presiden Joe Biden bulan lalu mengatakan masih harus dilihat apakah AI itu berbahaya.
 
CEO OpenAI yang didukung Microsoft Sam Altman mengatakan AS harus mempertimbangkan persyaratan lisensi dan pengujian untuk pengembangan model AI.
 
Jepang, ketua G7 tahun ini, bahkan lebih akomodatif, menjanjikan dukungan untuk adopsi AI publik dan industri sambil memantau risikonya.
 
"Penting untuk menangani potensi dan risiko dengan baik," kata Perdana Menteri Fumio Kishida kepada dewan AI pemerintah pekan lalu.
 
Pendekatan berbeda negara-negara Barat terhadap AI berbeda dengan kebijakan restriktif Tiongkok. Regulator dunia maya pada April meluncurkan draf langkah-langkah untuk menyelaraskan layanan bertenaga AI generatif dengan nilai-nilai inti sosialis negara.
 
Sementara mengakui perbedaan tentang bagaimana AI harus diatur, para pemimpin G7 sepakat untuk membuat forum menteri yang dijuluki "proses AI Hiroshima" untuk membahas masalah seputar AI generatif, seperti hak cipta dan disinformasi pada akhir tahun ini.

Analisis dampak kebijakan

Para pemimpin juga mendesak organisasi internasional seperti Organization for Economic Cooperation and Development untuk mempertimbangkan analisis dampak perkembangan kebijakan.
 
KTT tersebut mengikuti pertemuan para menteri digital G7 bulan lalu, di mana para anggotanya - AS, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, Kanada, dan UE - mengatakan mereka harus mengadopsi aturan AI berbasis risiko. Uni Eropa dan AS juga diharapkan untuk bertukar pandangan tentang teknologi baru di Dewan Perdagangan dan Teknologi di Swedia pada 30-31 Mei.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan