Perang menambahkan tekanan terhadap perekonomian yang disebabkan oleh pandemi covid-19 yang berkepanjangan, pengetatan keuangan di Amerika Serikat (AS), dan kemunculan kembali gelombang pandemi di tengah kebijakan nol-covid di Tiongkok.
Dalam laporan Bank Dunia berjudul 'Update Perekonomian Asia Timur dan Pasifik: Menerjang Badai' disebutkan kejutan yang ditimbulkan oleh perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mengganggu pasokan komoditas, meningkatkan tekanan keuangan, dan menghambat pertumbuhan perekonomian global.
Negara-negara di kawasan ini yang sebagian besar adalah pengimpor bahan bakar dan pengimpor makanan sedang mengalami penurunan pendapatan riil. Negara-negara dengan utang yang besar serta negara-negara yang sangat bergantung kepada ekspor rentan terhadap kejutan-kejutan keuangan dan pertumbuhan di tingkat global.
"Tepat pada saat perekonomian di Asia Timur dan Pasifik mulai pulih dari kejutan yang disebabkan oleh pandemi, perang di Ukraina menjadi beban bagi momentum pertumbuhan. Landasan yang kuat serta kebijakan yang baik yang umumnya diterapkan di kawasan ini seharusnya dapat membantu menghadapi badai kali ini," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela V. Ferro, dalam keterangan resminya, Selasa, 5 April 2022.
Sementara itu, para produsen komoditas dan negara-negara yang menerapkan kebijakan fiskal secara berhati-hati mungkin lebih siap dalam menghadapi berbagai kejutan tersebut, akibat dari rangkaian kejadian belakangan ini akan menghambat prospek pertumbuhan di sebagian besar negara di kawasan tersebut.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat menjadi lima persen pada 2022 atau 0,4 poin persentase lebih kecil daripada yang diharapkan dicapai saat Oktober lalu. Jika kondisi global memburuk dan respons kebijakan nasional lemah, maka pertumbuhan dapat melambat hingga empat persen.
"Tiongkok, yang berkontribusi sebesar 86 persen dari produksi regional, diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar lima persen pada baseline atau empat persen pada skenario menurun," ungkapnya.
Produksi dari bagian lainnya di kawasan ini diperkirakan meningkat menjadi 4,8 persen pada baseline atau 4,2 persen pada skenario menurun. Pada skenario menurun, terjadi penambahan sebanya enam juta orang yang akan tetap tetap berada dalam kemiskinan pada 2022 dengan garis kemiskinan pada USD5,50 per hari.
Menurutnya, perang, pengetatan keuangan, dan pelambatan di Tiongkok berpeluang memperparah berbagai kesulitan usai covid yang sedang dihadapi. Perusahaan-perusahaan regional yang berjuang, lebih dari 50 persen dari jumlah keseluruhannya telah melaporkan tunggakan pembayaran pada 2021, akan mengalami oleh kejutan-kejutan baru pada pasokan dan permintaan.
"Berbagai rumah tangga, yang sebagian besar masuk kembali ke dalam kemiskinan selama pandemi, akan mengalami penyusutan pendapatan riil yang lebih parah seiring naiknya harga-harga," lanjut dia.
Pemerintah yang berutang, yang mengalami peningkatan jumlah utang hingga 10 poin persentase dari PDB-nya sejak 2019, akan mengalami kesulitan untuk memberikan dukungan ekonomi. Inflasi yang meningkat, setidaknya satu poin persentase di atas perkiraan sebelumnya diakibatkan oleh hanya kejutan harga minyak saja, akan memperkecil ruang keleluasaan moneter.
"Beberapa kejutan susulan berarti adanya kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat yang harus menghadapi kapasitas keuangan pemerintah mereka yang melemah. Suatu kombinasi dari reformasi fiskal, keuangan, dan perdagangan dapat memitigasi risiko, membangkitkan pertumbuhan, dan mengurangi kemiskinan," ujar Kepala Ekonom Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo.
Laporan ini merekomendasikan empat tindakan kebijakan. Alih-alih pengendalian harga dan bantuan yang tidak selektif, dukungan yang khusus menyasar kepada rumah tangga maupun perusahaan dapat membatasi dampak yang dialami dari berbagai kejutan dan menciptakan ruang bagi investasi yang meningkatkan pertumbuhan.
Lembaga-lembaga keuangan yang bertahan dari tekanan dapat membantu mengidentifikasi berbagai risiko yang berkembang di balik selubung toleransi regulasi.
Reformasi terhadap kebijakan terkait perdagangan barang dan, utamanya, sektor-sektor layanan yang masih dilindungi memungkinkan berbagai negara untuk memanfaatkan pergerakan yang terjadi di lanskap perdagangan global. Perbaikan keterampilan dan peningkatan persaingan akan mampu memperkuat kapasitas dan insentif dalam mengadopsi teknologi digital baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News