Menurutnya, jika terdapat bank yang menyalurkan kredit tanpa ada agunan, sudah menyalahi prinsip kehati-hatian perbankan dan ada prinsip yang dilanggarnya.
"Sehingga ini saya rasa OJK sebagai otoritas keuangan yang mengawasi sektor keuangan termasuk dalam perbankan harus menginvestigasi dan memastikan ini sesuai dengan prinsip kehati-hatian itu tadi," kata Faisal, dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 7 Juni 2022.
Faisal menegaskan seyogyanya sebuah bank ketika ingin menyalurkan kredit kepada debitur memang perlu ada assessment yang cukup pruden. "Karena pada dasarnya perbankan ini kan menyimpan dana masyarakat, dana publik. Jadi pengelolaannya harus profesional dan harus benar-benar pruden, dalam artian menganut prinsip kehati-hatian," kata Faisal
Hal tersebut, kata dia, menjadi alasan mengapa jika ingin minta kredit ke bank harus ada syarat-syaratnya termasuk salah satunya adalah agunan atau collateral. Ada juga syarat-syarat yang lain seperti masalah pembukuan keuangan, administrasi, dan lain-lain.
Terkait penyaluran kredit di salah satu bank tersebut, dirinya berharap jangan sampai ada conflict of interest yang bisa berdampak nanti jika seandainya memang tidak layak dan kemudian kredit tersebut bermasalah.
"Nah ini kan berdampaknya nanti juga kepada cashflow keuangan yang menyimpan dana publik. Jadi itu yang memang perlu diinvestigasi," ujarnya.
Prinsip agunan
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Anis Byarwati mengatakan apabila isu ini benar, tentu bertentangan dengan harus adanya prinsip collateral (agunan). Menurut Anggota Komisi XI DPR RI, agunan sangat penting sebagai second way-out jika debitur melakukan wanprestasi.Selain itu, secara psikologis menjadi pengikat keseriusan debitur menjalankan usaha dan membayar kewajiban kreditnya. "Menurut saya, bank sebagai pemberi pinjaman tetap harus mengukur kelayakan kredit calon debitur dengan prinsip 6C, yakni Character, Capacity/Cashflow, Capital, Conditions, Collateral, dan Constraint," tuturnya.
Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menilai jika pernyataan dari BAKN DPR RI mengingatkan pada dunia usaha perbankan untuk tetap menjalan usaha sesuai dengan prinsip pruden dan juga tata laksana perbankan yang mengedepankan manajemen risiko yang baik.
Dirinya pun setuju apabila ada potensi penyalahgunaan wewenang dan kredit macet dapat diselesaikan melalui aturan atau regulasi yang berlaku, baik UU Perbankan, OJK, maupun aturan lainnya termasuk UU Tipikor apabila ada potensi kerugian keuangan negara.
"Dengan adanya jaminan kredit, maka bisnis perbankan menjadi efektif dan efisien serta menjamin kelancaran dalam perekonomian nasional," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id