Gedung The Fed. FOTO: Xinhua/Liu Jie
Gedung The Fed. FOTO: Xinhua/Liu Jie

Analisis: Kebijakan Tapering The Fed Berbeda dari 2013

Angga Bratadharma • 08 November 2021 07:00
Singapura: Saat terakhir kali Federal Reserve mengurangi pembelian obligasi, hal itu memicu aliran dana keluar dari pasar negara berkembang. Namun kali ini berbeda, para investor memandang ada keuntungan yang didapatkan di beberapa negara berkembang terbesar di Asia saat The Fed mulai mengurangi pembelian asetnya di bulan ini.
 
Indonesia, khususnya, telah menonjol dengan arus masuk ekuitas, mata uang yang stabil, dan bahkan ketenangan pasar obligasi yang terkenal bergejolak menjelang pengumuman Fed yang akan mulai mengurangi pembelian asetnya. Hal itu seiring dengan langkah Fed yang telah mengkomunikasikan kebijakan tapering jauh-jauh hari.
 
Ini jauh dari 'amukan' yang menghantam obligasi dan mata uang pasar negara berkembang pada 2013 -mengirim rupiah turun sekitar 17 persen dalam lima bulan- setelah Ketua Fed Ben Bernanke mengejutkan pasar dengan menyebutkan tapering ke Kongres.

Kali ini langkah itu jauh lebih baik melalui telegram, dan hanya sedikit yang terkejut saat The Fed mengumumkan tapering. Tetapi fundamental di Asia, di mana inflasi tidak terlalu menekan dan eksportir memperoleh keuntungan dari harga energi yang tinggi, juga sangat berubah, dan investor semakin berani bertaruh bahwa 2013 tidak akan terulang.
 
"Kami telah melewati 2013 dan 2018, dan saya tidak berpikir itu hal yang sama dalam siklus kenaikan suku bunga saat ini," kata Kepala Pendapatan Tetap Asia Principal Global Investors Howe Chung Wan, dilansir dari Channel News Asia, Senin, 8 November 2021.
 
"Duduk di sini di Asia, ada hal-hal lain yang lebih penting bagi kami daripada The Fed," tambahnya, seperti ekonomi Tiongkok, pasar kredit, dan harga komoditas yang bergejolak, serta arus ekuitas yang mendukung mata uang Indonesia.
 
Antusiasme untuk listing yang akan datang telah menarik uang tunai ke pasar saham Indonesia, dan bursa acuan Jakarta menuju tahun terbaiknya sejak 2017, dengan indeks di Thailand, Vietnam, dan India mengalami tonggak yang sama.
 
Melonjaknya harga batu bara dan minyak kelapa sawit -Indonesia adalah pengekspor keduanya terbesar di dunia- juga telah mengayunkan surplus perdagangan Indonesia ke level rekor dan menjanjikan rejeki nomplok pajak yang telah menenangkan investor obligasi negara.
 
"Indonesia telah mendapat banyak manfaat dari krisis energi ini. Kami juga melihat kelas menengah yang tumbuh dan pendapatan rumah tangga yang meningkat - Indonesia mungkin merupakan salah satu eksposur favorit kami di kawasan ini," pungkas Spesialis Investasi untuk Ekuitas Asia Pasifik dan China BNP Paribas Wealth Management Jessica Tea, di Hong Kong.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan