Pejabat itu mengatakan Departemen Keuangan meyakini ada eksposur langsung terbatas dalam sistem keuangan AS untuk obligasi negara Rusia. Serta dampak utamanya akan jatuh pada ekonomi Rusia yang sudah terhuyung-huyung di bawah beban sanksi Barat.
"Sebuah default akan membuat semakin sulit bagi Rusia untuk menemukan pemberi pinjaman baru, dan mereka yang meminjamkan kepada mereka akan menuntut suku bunga yang lebih tinggi, yang mengarah ke menguras lebih lanjut ekonomi Rusia," kata pejabat itu, dikutip dari Antara, Selasa, 15 Maret 2022.
Rusia, yang sedang mengejar invasi yang semakin merusak ke Ukraina, memiliki USD117 juta dalam pembayaran yang jatuh tempo pada Rabu, 16 Maret 2022, untuk obligasi euro dalam denominasi dolar. Kementerian Keuangannya mengatakan akan melakukan pembayaran dalam rubel jika sanksi mencegahnya membayar dalam dolar AS, sebuah langkah yang akan dilihat pasar sebagai gagal bayar.
Sanksi Barat telah melumpuhkan aset valuta asing di bank sentral Rusia dan melarang bank internasional melakukan transaksi dolar dan euro dengan lembaga keuangan Rusia yang dikenai sanksi, termasuk bank sentral, memperumit pembayaran apa pun.
Wakil Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo sebelumnya mengatakan bahwa pilihan Rusia dalam cara membayar utangnya akan menguras sumber daya dari kemampuan Presiden Vladimir Putin untuk melanjutkan perang di Ukraina.
"Pilihan itu pada akhirnya akan menempatkan (Putin) pada posisi, dia harus membuat keputusan apakah dia akan melanjutkan invasi atau menghentikan invasi itu," kata Adeyemo.
Pejabat Departemen Keuangan AS mengatakan penurunan dramatis dalam harga obligasi pemerintah Rusia menunjukkan kemungkinan gagal bayar yang tinggi.
"Investor memperhatikan pembayaran yang akan segera jatuh tempo dan sedang mempersiapkan hasil alternatif," tambah pejabat itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News