"Kami tidak memperkirakan kesengsaraan properti Tiongkok berdampak besar pada ekonomi atau lembaga keuangan Jepang. Kami juga tidak melihat risiko besar dari kesengsaraan yang memicu guncangan global yang besar," kata Kuroda, kepada para pemimpin bisnis di Nagoya, dilansir dari Channel News Asia, Rabu, 17 November 2021.
Di sisi lain, ringkasan pendapat dari pertemuan Oktober menunjukkan pembuat kebijakan Bank of Japan (BoJ) melihat perlunya mempertahankan kebijakan yang sangat mudah. Hal itu karena inflasi hanya naik sedikit dan pertumbuhan upah tetap lemah.
Dewan sembilan anggota BoJ juga terdengar optimistis tentang penurunan yen baru-baru ini, dengan satu anggota mengatakan itu mencerminkan perbedaan dalam inflasi dan sikap kebijakan moneter antara Jepang dan negara-negara lain.
Kendala pasokan dan kenaikan biaya komoditas global telah mendorong inflasi di seluruh dunia, mendorong beberapa bank sentral untuk menaikkan suku bunga atau mempertimbangkan penarikan stimulus.
Sementara kenaikan biaya energi dan makanan mendorong harga di Jepang, inflasi tetap jauh di bawah target dua persen dari BoJ. Pasalnya, konsumsi yang lemah membuat perusahaan enggan membebankan biaya yang lebih tinggi ke rumah tangga.
"Kebijakan moneter akan dinormalisasi di Jepang ketika target harga dicapai secara stabil terlepas dari perkembangan kebijakan di negara lain. Mengingat target belum tercapai, sama sekali tidak ada alasan untuk menyesuaikan pelonggaran moneter," pungkas salah satu anggota dalam ringkasan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News