"Negara dan investor swasta sejauh ini hanya menghasilkan sekitar seperempat dari USD1,2 triliun yang dibutuhkan pada 2030 untuk mengembangkan dan menyebarkan hidrogen serta menjadikannya bagian dari strategi medcnol bersih global," kata organisasi yang berbasis di Paris itu, dilansir dari Channel News Business, Selasa, 5 Oktober 2021.
IEA dalam laporannya menegaskan upaya harus diarahkan untuk memasukkan hidrogen ke lebih banyak sektor dan mengembangkan teknologi guna membuatnya lebih murah untuk diproduksi dengan energi terbarukan.
Hidrogen ringan, dapat disimpan dan padat energi, dan tidak menghasilkan emisi langsung polutan atau gas rumah kaca saat digunakan sebagai bahan bakar. Tetapi biaya produksi, dan kekhawatiran tentang bagaimana itu diproduksi, telah menjadi penghalang untuk memperluas penggunaan.
"Hidrogen yang diproduksi dengan pasokan terbarukan dapat menelan biaya antara dua hingga tujuh kali lipat dari produksi dari gas alam tanpa penangkapan karbon," kata laporan itu.
Tapi, IEA mengatakan, teknologi baru dan skala ekonomi dapat membantu menutup kesenjangan. "Hampir semua hidrogen yang dihasilkan saat ini berasal dari bahan bakar fosil tanpa penangkapan karbon, menghasilkan hampir 900 juta ton emisi CO2, setara dengan emisi CO2 gabungan Inggris dan Indonesia," kata IEA.
Kapasitas elektroliser global, yang menghasilkan hidrogen dari air menggunakan listrik, meningkat dua kali lipat selama lima tahun terakhir, dan hampir 400 proyek sedang dalam pengembangan atau dalam tahap awal pengembangan.
"Proyek-proyek ini harus menempatkan pasokan hidrogen pada delapan juta ton per tahun pada 2030, naik dari 50 ribu ton pada 2021. Tapi itu masih sepersepuluh dari apa yang dibutuhkan pada 2030 untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050," pungkas IEA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News