Mereka mengatakan perang telah meningkatkan volatilitas nilai tukar yang dapat memiliki implikasi buruk bagi stabilitas ekonomi dan keuangan, dan berjanji untuk terus berkonsultasi secara dekat di pasar valuta asing. Selain itu, bekerja sama sebagaimana mestinya dalam masalah mata uang.
"Sejalan dengan komitmen sebagai bagian dari ekonomi Kelompok Tujuh (G7) dan Kelompok 20," kata mereka, dilansir dari Channel News Asia, Minggu, 17 Juli 2022.
Kedua pemimpin juga mendesak Tiongkok dan kreditur non-Paris Club lainnya untuk bekerja sama secara konstruktif dalam menangani penanganan utang untuk negara-negara berpenghasilan rendah yang menghadapi kesulitan utang, dan menggarisbawahi perlunya koordinasi untuk memastikan pembagian beban yang adil.
Baca: Waspada! Krisis Pangan Mengancam 276 Juta Orang di Dunia |
"Di antara kreditur Sri Lanka dan negara berpenghasilan menengah rentan lainnya," kata mereka.
Pernyataan bersama mereka juga menyentuh isu-isu mulai dari perubahan iklim hingga reformasi pajak global dan pembatasan harga minyak Rusia yang telah diusulkan Amerika Serikat (AS). Hal itu untuk mencegah Moskow memanfaatkan harga minyak yang lebih tinggi guna mendanai perangnya di Ukraina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News