"Lonjakan permintaan yang dipicu oleh pembukaan kembali ekonomi AS, dan PHK oleh perusahaan-perusahaan AS untuk menangani pukulan awal pandemi, baru-baru ini menyebabkan kemacetan serius dan kekurangan tenaga kerja di negara itu," kata Kuroda, dilansir dari Channel News Asia, Kamis, 7 Oktober 2021.
Hal itu telah mendorong perusahaan AS menaikkan upah guna mengamankan staf, dan menaikkan harga barang dan jasa untuk mengekang kelebihan permintaan. "Sebaliknya, permintaan di Jepang belum pulih secepat di AS," kata Kuroda dalam pertemuan daring Konferensi Bisnis Jepang-AS.
Perusahaan-perusahaan Jepang tetap berpegang pada kebiasaan mereka mempertahankan pekerjaan dan sebaliknya menjaga upah tetap rendah untuk mengatasi kemerosotan yang didorong oleh pandemi. Dengan demikian, kendala sisi penawaran di Jepang tidak separah di Amerika Serikat.
"Itu lah sebabnya tidak ada kebutuhan mendesak bagi perusahaan untuk menaikkan upah dan harga," ucapnya.
Kuroda menyalahkan sentimen hati-hati publik Jepang pada prospek, yang telah mengakar selama periode deflasi terakhir, untuk menjaga inflasi tetap rendah. "Untuk sepenuhnya menghapus pola pikir deflasi (Jepang), kerja sama perusahaan dan rumah tangga diperlukan," katanya.
Ia menyerukan perlunya menciptakan siklus yang baik di mana upah yang lebih tinggi memberi rumah tangga lebih banyak daya beli, sehingga membuat mereka lebih menerima kenaikan harga. Mengenai ekonomi Jepang, Kuroda mengatakan, telah meningkat dipimpin oleh ekspor dan sektor manufaktur.
"Jika Jepang secara bersamaan dapat melindungi kesehatan masyarakat dan meningkatkan kegiatan konsumsi melalui penggunaan sertifikat vaksinasi, misalnya, tren pemulihan ekonomi sangat mungkin menjadi lebih terasa," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id