Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok tersendat pada kuartal ketiga, data menunjukkan minggu ini, dengan pertumbuhan mencapai level terlemah dalam setahun. Hal itu dirugikan oleh kekurangan listrik, hambatan rantai pasokan, dan krisis di pasar properti.
Bagi mitra dagang Tiongkok, penurunan tersebut menghadirkan risiko baru terhadap pemulihan global yang bergelombang dari kemerosotan pandemi. "Ya, pertumbuhan di tempat lain, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Eropa, tampak kuat," tulis Co-Head of Asian Economics Research HSBC Frederic Neumann, dilansir dari Channel News Asia, Rabu, 20 Oktober 2021.
"Tetapi Tiongkok lah yang menjadi mesin utama pertumbuhan di seluruh kawasan dan karena tergagap, ekonomi Asia akan kehilangan banyak tenaganya," tambahnya.
Analisis HSBC menunjukkan ekonomi Asia-Pasifik dari Korea Selatan hingga Selandia Baru jauh lebih berkorelasi dengan perubahan pertumbuhan Tiongkok daripada perubahan PDB di AS atau Eropa. Untuk setiap poin yang ditambahkan Tiongkok ke pertumbuhannya, pembangkit tenaga perdagangan Korea Selatan melaporkan tambahan pertumbuhan sekitar 0,7 poin.
Korea Selatan sejauh ini paling sensitif terhadap perubahan pertumbuhan Tiongkok, menurut analisis, diikuti oleh negara-negara pengekspor Thailand dan Taiwan. Perlambatan Tiongkok yang diantisipasi telah mendorong analis Citi menurunkan proyeksi pertumbuhan untuk ekonomi di kawasan itu, termasuk Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Vietnam.
Sebuah survei pekan lalu menunjukkan mayoritas perusahaan Jepang khawatir bahwa perlambatan di Tiongkok, mitra dagang terbesar Jepang, akan memengaruhi bisnis mereka. Perlambatan dirasakan di sebagian besar ekonomi Tiongkok, dari sektor ritel hingga pabrik, yang mencatat pertumbuhan output terlemah sejak awal pandemi.
"Tiongkok adalah salah satu mesin ekonomi kawasan. Setiap perlambatan dapat memengaruhi permintaan barang dan jasa regional," pungkas Kepala Penelitian dan Strategi Treasury Bank OCBC Selena Ling.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News