"Kami pernah mendengar satu kargo benar-benar dijual dengan harga USD30-an yang tinggi dan saya (juga pernah) mendengar dengan harga USD39 (per juta unit termal Inggris). Level itu sepertinya merupakan puncaknya," kata Direktur Energi, Iklim, dan Sumber Daya Eurasia Henning Gloystein, dilansir dari CNBC International, Rabu, 20 Januari 2021.
Menurut S&P Global Platts patokan harga spot Japan-Korea-Marker (JKM) untuk gas alam cair pada Februari mencapai rekor tertinggi USD32,49 MMBtu pada minggu lalu. Permintaan gas alam untuk pemanas melonjak setelah musim dingin melanda Asia Utara, kata laporan itu.
"Lonjakan harga telah cukup ekstrem, tetapi tidak akan bertahan lebih lama karena musim dingin berakhir dan permintaan untuk pemanas akan turun. Pada titik tertentu, tentu saja akan menjadi sedikit lebih hangat. Harga untuk Februari dan Maret mungkin akan turun karena musim dingin pasti akan berakhir. Ini mungkin puncak lonjakan," kata Gloystein.
Harga gas alam di Asia turun ke rekor terendah pada kuartal kedua tahun lalu ketika krisis virus korona menyebar, tetapi telah melonjak lebih dari 1.000 persen sejak Juli. Gloystein mengatakan cuaca dingin dan beberapa pemadaman pasokan telah berperan dalam lonjakan itu.
"Tetapi satu faktor besar yang terlewatkan adalah sejumlah besar rumah tangga di Tiongkok yang beralih dari batu bara ke gas alam tahun lalu," tuturnya.
Lebih dari 10 juta rumah tangga di Tiongkok diperkirakan telah pindah dari batu bara ke gas alam untuk menghangatkan rumah mereka. Mayoritas transisi itu terjadi pada kuartal terakhir 2020, tepat sebelum musim dingin tiba.
"Kemudian menjadi sangat dingin, dan tiba-tiba mereka harus melayani semua permintaan baru ini yang, menurut beberapa perkiraan, itu akan setara dengan memindahkan semua rumah tangga Australia ke bahan bakar lain dalam satu tahun," kata Gloystein.
Perusahaan utilitas dan energi tidak memiliki cukup penyimpanan untuk mempersiapkan peningkatan permintaan yang begitu besar. Akibatnya, permintaan melebihi pasokan dan mendorong harga ke rekor tertinggi.
Gloystein mengatakan perusahaan biasanya membangun penyimpanan selama musim panas dan menggunakannya di musim dingin, mengisi ulang sesuai kebutuhan. Namun kali ini, Tiongkok tiba-tiba harus membeli lebih banyak bahan bakar untuk pelanggan baru dengan harga berapa pun secara harfiah, dan tidak ada yang siap untuk itu di pasar.
Meski demikian, tren peralihan dari batu bara ke gas kemungkinan akan terus berlanjut. "Program gasifikasi ini dan perpindahan ke bahan bakar yang lebih bersih di Tiongkok akan tetap ada, tanpa keraguan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News