Komentar oleh pemberi pinjaman krisis yang berbasis di Washington dalam Laporan Stabilitas Keuangan Global terbaru datang ketika pertemuan tahunannya dimulai minggu ini dan sepenuhnya dilakukan secara langsung untuk pertama kalinya sejak 2019.
Pertemuan dibuka dalam periode yang menantang bagi ekonomi global, karena lonjakan harga dan kenaikan suku bunga mengancam akan bergema di seluruh dunia. Hal itu terjadi ketika negara-negara keluar dari pandemi virus korona.
"Tetapi untuk menjaga tekanan inflasi agar tidak berurat dan berakar, bank sentral harus bertindak tegas untuk menurunkan angka tersebut," kata laporan IMF, dilansir dari The Business Times, Rabu, 12 Oktober 2022.
Ini menggemakan komentar sebelumnya dari Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva yang mengatakan pekan lalu bahwa terlalu dini untuk mundur. Adapun masalah rantai pasokan sudah lazim karena permintaan melonjak setelah perlambatan akibat pandemi yang akhirnya memicu inflasi di seluruh dunia.
Baca: Indonesia Harus Hati-Hati, Jokowi: 28 Negara Masuk Daftar Baru Pasien IMF |
Akan tetapi, ketegangan memburuk setelah invasi Rusia ke Ukraina yang membuat harga pangan dan energi melonjak. "Komunikasi yang jelas tentang komitmen pembuat kebijakan akan sangat penting untuk menjaga kredibilitas dan menghindari volatilitas pasar yang tidak beralasan," kata IMF.
Namun diakui bahwa baik negara maju maupun negara berkembang menghadapi masalah yang meningkat. "Pasar global menunjukkan ketegangan karena investor menjadi lebih menghindari risiko selama ketidakpastian ekonomi dan kebijakan yang meningkat," kata Penasihat Keuangan IMF Tobias Adrian.
Dia menambahkan harga aset keuangan telah jatuh dengan pengetatan kebijakan moneter, sementara prospek ekonomi memburuk dan kekhawatiran resesi meningkat. "Secara khusus, sektor properti yang goyah di banyak negara menimbulkan kekhawatiran tentang risiko yang dapat meluas ke bank dan ekonomi makro," ucapnya.
Tiongkok, misalnya, melihat penurunan sektor propertinya semakin dalam karena penjualan rumah merosot selama wabah covid-19 dan memperburuk kesengsaraan likuiditas pengembang. "Dan kegagalan pengembang real estat pada gilirannya dapat memukul sektor perbankan, termasuk beberapa bank kecil," kata IMF.
"Sementara itu, pasar negara berkembang menghadapi risiko mulai dari biaya pinjaman yang tinggi dan inflasi, bersama dengan pasar komoditas yang bergejolak," pungkas IMF.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News