Mengutip CNBC International, Senin, 19 Juli 2021, perkembangan itu terjadi setelah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mencapai kompromi pekan lalu dalam perselisihan mengenai kebijakan OPEC+, dalam langkah yang seharusnya membuka kesepakatan untuk memasok lebih banyak minyak mentah ke pasar yang ketat dan mendinginkan harga yang melonjak.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), bersama dengan Rusia dan sekutu lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, masih perlu mengambil keputusan akhir tentang kebijakan produksi setelah pembicaraan awal bulan ini dibatalkan karena perselisihan antara Saudi dan UEA.
OPEC tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar di luar jam kerja reguler. Pertemuan pada Minggu waktu setempat akan diadakan secara virtual seperti halnya semua diskusi seperti itu sejak tahun lalu.
OPEC+ tahun lalu menyepakati rekor pengurangan produksi hampir 10 juta barel per hari (bph) untuk mengatasi penurunan permintaan yang disebabkan pandemi, pembatasan yang secara bertahap dilonggarkan sejak saat itu dan sekarang mencapai sekitar 5,8 juta barel per hari.
Perselisihan antara Riyadh dan UEA tumpah ke tempat terbuka setelah pembicaraan OPEC+ sebelumnya, dengan keduanya menyuarakan kekhawatiran tentang perincian kesepakatan yang diusulkan yang akan menambahkan tambahan dua juta barel per hari ke pasar dan memperpanjang pakta hingga akhir 2022.
Tujuannya adalah mengurangi tekanan ke atas pada harga minyak yang baru-baru ini naik ke level tertinggi.
Adapun salah satu sumber OPEC+ mengatakan pekan lalu Riyadh telah menyetujui permintaan Abu Dhabi untuk memiliki baseline UEA –tingkat pemotongan berdasarkan perjanjian OPEC+ tentang pembatasan pasokan dihitung– ditetapkan pada 3,65 juta barel per hari mulai April 2022, naik dari 3,168 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News