Dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 8 Desember 2021, pendekatan ini menggarisbawahi fokus Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dalam mendistribusikan kekayaan ke rumah tangga, termasuk dengan mendesak perusahaan yang keuntungannya telah kembali ke tingkat sebelum pandemi untuk menaikkan gaji.
Sejak berkuasa pada akhir 2012, pemerintah yang dipimpin Partai Demokratik Liberal (PDL) telah memberikan tekanan pada perusahaan-perusahaan Jepang yang berhati-hati untuk menghabiskan uang mereka untuk meningkatkan upah. Tetapi banyak dari mereka menolak karena ketidakpastian prospek.
Perusahaan besar yang menaikkan upah sebesar empat persen dari tingkat tahun sebelumnya akan menerima potongan hingga 30 persen dari penghasilan kena pajak mereka.
Menurut rencana reformasi pajak tahun fiskal berikutnya, perusahaan kecil yang menaikkan upah sebesar 2,5 persen akan memenuhi syarat untuk pengurangan pajak hingga 40 persen.
Pada saat yang sama, perusahaan yang tidak menaikkan upah tidak akan dapat mengklaim pengurangan pajak untuk pengeluaran di bidang-bidang seperti penelitian dan pengembangan, mempromosikan investasi, 5G, transformasi digital, dan netralitas karbon.
Data OECD menunjukkan upah Jepang sebagian besar tetap datar selama 30 tahun terakhir, sehingga menyebabkan Jepang menderita deflasi yang parah.
PDL yang berkuasa dan sekutu koalisinya Komeito diperkirakan akan mendukung rencana keringanan pajak pada Rabu malam. Versi lengkap dari rencana reformasi pajak diharapkan akan disetujui oleh para pihak pada Jumat.
Rencana reformasi tersebut akan menjadi dasar kebijakan perpajakan pemerintah untuk tahun anggaran yang dimulai April 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News