Melansir laman Simple Flying, Senin, 19 Oktober 2020, AirAsia menghadapi krisis uang tunai yang serius. Mereka memiliki kewajiban langsung mendekati USD500 juta atau setara Rp7,3 triliun (kurs Rp14.739 per USD).
Seperti yang dikatakan Wakil Ketua AirAsia X Lim Kian Onn kepada media Malaysia, mereka tidak ada uang untuk membayar tagihan.
Selama dekade berikutnya, ada sekitar USD14 miliar atau setara Rp206,3 triliun kewajiban yang jatuh tempo. Kewajiban ini berupa pembayaran sewa pesawat, perawatan pesawat, pesanan baru, dan sejenisnya.
"Ada banyak lessor, ada juga yang sangat besar. Kami telah berbicara dengan mereka selama dua bulan. Dapat dimengerti bahwa mereka semua kesal," kata Lim Kian Onn.
"Ada analis dan laporan berita yang menyarankan kreditur, terutama lessor, tidak punya pilihan selain menyetujui skema kami. Itu tidak benar. Mereka punya pilihan."
Sementara itu, selain menutup Indonesia AirAsia dan berurusan dengan lessor pesawat yang marah, AirAsia Berhad telah menghapus 49 persen sahamnya di Thai AirAsia. Maskapai tersebut tidak lagi menjadi bagian dari "rencana restrukturisasi" AirAsia Berhad.
Adapun seminggu yang lalu, maskapai afiliasi yang berbasis di Jepang AirAsia juga segera ditutup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News