baca juga: Sri Mulyani: Perlu Kepemimpinan Kuat G20 Hadapi Tantangan Global |
Dalam High Level Seminar, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan bahwa terdapat banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk transisi energi karena energi berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam seminar ini, Menkeu menjadi panelis bersama dengan tokoh terkemuka lainnya yaitu Assistant Secretary Alexia Latortue-US Treasury, COP President Alok Sharma, Energy & Extractives Global Director, World Bank Demetrios Papathanasiou (Dimitri), dan MD Axel van Trotsenburg.
"Prinsip utama yang harus dipahami adalah bahwa transisi energi harus adil dan terjangkau. Transisi energi merupakan upaya bersama dari semua pihak, baik dari pemerintah, bank-bank pembangunan, swasta, hingga lembaga internasional," jelas dia dalam keteranganya, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Dia menambahkan untuk transisi energi, Indonesia telah memiliki progres Project Pipeline. Terdapat lima proyek yang sudah diidentifikasi dengan besaran emisi CO2 serta biayanya.
Sementara itu, Dimitri menyampaikan enam pilar untuk mendapatkan pembiayaan iklim konsessional, yaitu pembiayaan persiapan transisi, perlengkapan dan jaringan yang memperkuat pembiayaan, program persiapan pengelolaan permintaan, persiapan proyek energi bersih, mitigasi risiko dan pendanaan peluncuran energi bersih, serta pembiayaan penurunan bahan bakar fosil.
Menanggapi presentasi Dimitri, Menkeu menyampaikan bahwa Indonesia termasuk negara yang telah memiliki kesiapan yang baik dari segi perencanaan investasi. Indonesia memiliki proyek yang sedang berjalan terkait Energy Transition Mechanism Country Platform.
“Indonesia memiliki target jangka menengah soal nationally determined contribution yang dibuat lebih agresif. Dan terkait transisi energi, kita sudah mengidentifikasi PLTU batubara yang akan dipensiunkan serta rencana energi terbarukan. Kita sudah menyusun dasar peraturan, dan bahkan sudah sampai ke titik mengelola transaksi pipeline,” jelas Menkeu Sri Mulyani.
Masih sejalan dengan pembahasan transisi energi, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Finlandia Annika Saarikko memimpin pembahasan dua agenda utama dalam pertemuan ke-8 Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim, yaitu transisi hijau dan kontribusi Koalisi untuk Conference of Parties (COP) 27 pada November 2022 mendatang.
Selain itu, forum multilateral ini juga menyambut tujuh negara anggota baru dengan total anggota menjadi 78 negara, yang mencerminkan peningkatan upaya kolektif untuk menghadapi perubahan iklim.
Pada pertemuan ini, para Menteri Keuangan memusatkan perhatiannya pada aspek ekonomi dan pendanaan transisi hijau, membahas ide untuk kebijakan yang efektif dan berbagi pengalaman dalam menghadapi berbagai tantangan transisi. Koalisi sepakat bahwa akselerasi aksi iklim yang ambisius sangat penting untuk didorong.
Para Menteri Keuangan menggarisbawahi kebutuhan untuk melanjutkan transisi hijau sebagai bagian dari pemulihan ekonomi dan strategi pertumbuhan inklusif, sambil berusaha untuk meredam dampak ekonomi pada kelompok masyarakat yang paling rentan. Komitmen negara maju untuk kontribusi dana perubahan iklim sebesar USD100 miliar sangat krusial dalam upaya kolektif ini.
“Dunia kita saat ini berbeda dengan saat kita memulai Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim empat tahun lalu. Peristiwa cuaca ekstrem lebih sering terjadi dan naiknya permukaan laut akibat pemanasan global dapat segera berdampak pada 600 juta orang yang tinggal di wilayah pesisir," jelas dia.
"Pada saat yang sama, kita menghadapi biaya energi yang lebih tinggi, kondisi pembiayaan yang lebih ketat, dan ruang fiskal yang lebih terbatas sambil mengelola pemulihan ekonomi pascapandemi. Menghindari skenario iklim terburuk menuntut koordinasi global dalam menyediakan instrumen yang tepat, termasuk ketersediaan pembiayaan transisi," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News