Hal tersebut juga memungkinkan kilang nomor dua dunia itu untuk memanfaatkan kelebihan kapasitas penyulingan dan meningkatkan ekspor ketika ekonominya sedang berjuang untuk memacu pertumbuhan. Hal itu setelah nyaris menghindari kontraksi pada kuartal kedua dan penurunan yuan ke level terendah 14 tahun.
"Peningkatan ekspor produk dari Tiongkok akan sangat mendukung pasar minyak yang kekurangan energi karena ada kekhawatiran tentang embargo UE yang akan datang terhadap pasokan Rusia," kata Wakil Presiden Penelitian Komoditas dan Mata Uang Religare Broking Sugandha Sachdeva, dilansir dari The Business Times, Kamis, 13 Oktober 2022.
Sachdeva mengatakan peningkatan ekspor di tengah melemahnya permintaan konsumsi juga akan mendukung ekonomi Tiongkok yang kini sedang babak belur. Kuota tersebut mencakup 13,25 juta ton produk olahan -biasanya bensin, solar, dan bahan bakar penerbangan- dan 1,75 juta ton bahan bakar laut rendah sulfur.
Baca: Tak Melulu Duka, OJK: Pandemi Munculkan Sektor Unggulan Baru Penopang Ekonomi RI |
Jatah tunggal terbesar 2022, menjadikan total jatah solar, bensin, dan bahan bakar jet yang digabungkan untuk 2022 menjadi 37,25 juta ton atau setara dengan 2021. Menurut data bea cukai antara Januari dan Agustus, Tiongkok mengekspor sekitar 16,4 juta ton bahan bakar olahan, termasuk 7,56 juta ton bensin, 5,54 juta ton bahan bakar jet, dan 3,25 juta ton solar.
Konsultan FGE memperkirakan bahwa penyulingan memiliki sekitar tujuh juta ton kuota tersisa dari empat batch sebelumnya pada akhir September. "Bersama dengan kuota baru, penyuling memiliki lebih dari 20 juta ton kuota untuk kuartal keempat," kata Analis FGE dalam sebuah catatan.
Pabrik penyulingan mungkin perlu meningkatkan ekspor hingga mendekati dua juta barel per hari selama November dan Desember untuk memenuhi jatah tersebut. "Tetapi biaya pengiriman yang tinggi dan margin ekspor bensin yang lemah dapat mencegah penyuling untuk sepenuhnya memanfaatkan kuota pada akhir tahun," pungkas FGE.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News