Mengutip Channel News Asia, Rabu, 12 Januari 2022, survei, yang dilakukan antara 5 November hingga 1 Desember, juga menunjukkan lebih banyak rumah tangga memperkirakan harga naik lima tahun dari sekarang dibandingkan dengan survei sebelumnya pada September.
Hasilnya menawarkan beberapa harapan bagi upaya Bank of Japan untuk menopang inflasi ke target dua persennya, sebagian dengan mengubah persepsi publik tentang deflasi yang terus-menerus.
Survei triwulanan BoJ menunjukkan persentase rumah tangga yang memperkirakan harga naik setahun dari sekarang mencapai 78,8 persen atau naik dari 68,2 persen dalam jajak pendapat September dan mencapai level tertinggi sejak September 2019.
Dari total, 80,8 persen mengatakan mereka memperkirakan harga akan naik lima tahun dari sekarang, naik dari 78,1 persen dalam survei sebelumnya dan level tertinggi sejak Desember 2019.
Survei tersebut merupakan salah satu data yang kemungkinan akan diteliti oleh Bank of Japan pada pertemuan kebijakan minggu depan untuk menilai apakah kenaikan bahan baku dan biaya bahan bakar telah memengaruhi ekspektasi inflasi rumah tangga.
Jepang tidak kebal terhadap dampak inflasi komoditas global, dengan harga grosir naik ke rekor 9,0 persen pada November dari tahun sebelumnya. Tetapi inflasi konsumen inti hanya 0,5 persen pada November karena pukulan terhadap konsumsi dari pandemi covid-19 dan pertumbuhan upah yang lambat membuat perusahaan enggan membebankan biaya yang lebih tinggi.
Beberapa analis memperkirakan inflasi konsumen inti melebihi 1,5 persen di sekitar April, karena hambatan dari biaya telepon seluler tahun lalu berkurang dan kenaikan biaya minyak di masa lalu mendorong tagihan listrik.
Banyak pembuat kebijakan BoJ melihat kenaikan inflasi seperti itu tidak berkelanjutan kecuali jika disertai dengan kenaikan upah yang stabil. Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda mengatakan bank sentral akan mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar sampai inflasi dua persen tercapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News