"Beberapa harus meminjam uang lebih banyak, yang merupakan strategi ekonomi paling masuk akal ketika dihadapkan dengan krisis dan ketidakpastian saat ini," ujar Menteri Koordinator Kebijakan Sosial Singapura Tharman Shanmugaratnam, dilansir dari CNBC International, Selasa, 15 September 2020.
Namun, masalah besar dalam dekade mendatang, menurut Tharman, adalah bagaimana memastikan bahwa utang itu berkelanjutan.
Sayangnya, ekonomi saat ini tidak seperti pada periode setelah Perang Dunia Kedua, yang mana pemerintah tidak dapat lagi mengandalkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan inflasi untuk menurunkan utang.
"Pertumbuhan yang cepat tidak mungkin lagi, kini masyarakat telah menua, pertumbuhan produktivitas jauh lebih rendah dari sebelumnya,” lanjutnya.
"Dan inflasi tidak akan ditoleransi oleh masyarakat yang lebih tua. Inflasi mungkin ditoleransi oleh masyarakat yang lebih muda yang mana ada peningkatan pendapatan, tapi itu (inflasi) tidak akan ditoleransi sekarang," kata dia.
Selain itu, suku bunga yang sangat rendah saat ini akan naik ke tingkat yang lebih normal, yang otomatis akan meningkatkan biaya pembiayaan utang. Jadi, pemerintah harus menemukan cara untuk menyeimbangkan anggaran dengan pertumbuhan ekonomi tanpa memperbesar defisit.
Namun, menurut Tharman, sangat sedikit negara maju yang menangani masalah tersebut. Dia menyebut Jerman dan Italia sebagai salah satu dari sedikit negara yang memiliki surplus anggaran primer. Di samping itu, pemerintah harus memberi insentif lebih banyak pada investasi swasta untuk meningkatkan pertumbuhan produktivitas.
“Ini masalah yang sangat serius. Pemerintah akan membutuhkan reformasi fiskal, tidak hanya mengurangi belanja tetapi belanja berkualitas dan membuat strategi meningkatkan pendapatan yang tidak menghambat pertumbuhan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News