Melansir Forbes, Sabtu, 2 Januari 2021, ketiga perusahaan tersebut juga terdaftar di Hong Kong. Pihak NYSE mengatakan mereka memiliki hak untuk meninjau kembali keputusan tersebut.
Perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Donald Trump pada 12 November 2020 ini melarang investasi Amerika Serikat (AS) di perusahaan Tiongkok, yang menurut Washington dimiliki atau dikendalikan oleh militer Tiongkok.
"Tiongkok semakin mengeksploitasi AS untuk permodalan dan sumber daya, serta memungkinkan pengembangan dan modernisasi militer, intelijen, dan perangkat keamanan lainnya, yang terus memungkinkan Tiongkok secara langsung mengancam AS," kata perintah itu.
Perintah itu dimaksudkan untuk melarang investor AS membeli saham 31 perusahaan Tiongkok yang diidentifikasi oleh Departemen Pertahanan pada akhir Agustus sebagai berafiliasi dengan militer Tiongkok.
Pengumuman NYSE, yang dikeluarkan pada malam tahun baru ini, terjadi pada saat ketegangan yang meningkat antara Tiongkok dan AS. Kedua negara telah terlibat dalam perang dagang selama lebih dari dua tahun.
Perusahaan Tiongkok yang diperdagangkan di bursa saham di AS telah mengikuti jejak Alibaba dengan melakukan pencatatan sekunder di Hong Kong. Saham perusahaan e-commerce mulai diperdagangkan di Hong Kong pada November 2019, lima tahun setelah debutnya di NYSE.
Hong Kong Exchanges & Clearing sebelumnya telah mengadopsi aturan yang memungkinkan perusahaan untuk mendaftar dengan berbagai kelas saham, yang membuka jalan bagi Alibaba dan perusahaan teknologi Tiongkok lainnya untuk menjual saham di kota tersebut.
Saingan Alibaba, JD.com dan raksasa game NetEase mencatatkan saham mereka di Hong Kong pada Juni tahun ini. KPMG sebelumnya mengatakan bursa saham kota akan menjadi pasar IPO terbesar kedua di dunia pada 2020 setelah mengumpulkan total USD50 miliar dalam pencatatan saham baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News