Kebun koleksi durian yang dinamai Likin Durian Agrotourism, atau dikenal dengan Durian Garden Likin tersebut didesain sebagai tempat khusus untuk menikmati durian dengan nuansa yang lebih alami.
“Pengunjung bisa mendapatkan durian eksotik khas Banyuwangi langsung dari pohonnya, dan menikmati di bawah pohonnya. Di kebun, ada sekitar 31 pohon durian yang telah berusia di atas 50 tahun,” ujar Solihin, saat dihubungi, dikutip keterangan tertulis, Selasa, 28 April 2020.
Petani berusia 46 tahun itu menyebutkan pada masa pandemi covid-19 ini, kunjungan wisatawan ke kebun duriannya mengalami penurunan tajam. Untuk menyiasatinya, Solihin kini mulai memasarkan durian melalui layanan online delivery order, atau pesan antar.
Apa yang dilakukannya selaras dengan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Mentan meminta inovasi pemasaran komoditas pertanian dapat memanfaatkan teknologi informasi dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditas yang dipasarkan.
“Biasanya kalau kondisi normal per hari bisa datang seribu orang. Sepi-sepinya ya 300 orang. Tapi gara-gara covid-19 ini jauh berkurang lagi, hanya pengunjung lokal saja yang datang,” kata Solihin.
Tidak patah semangat, Solihin mencoba menawarkan durian Banyuwangi melalui grup Whatsapp dan media sosial. Respons pasar diakuinya cukup menggembirakan.
“Setiap hari saya mengirimkan paket durian 100 hingga 200 kg ke berbagai daerah, antara lain Jabodetabek, Sumatera, Kalimantan, Bandung, bahkan sampai Papua,” ujarnya.
Dirinya berupaya menjaga kualitas durian yang dijualnya, sehingga tidak sembarangan memilih jasa pengiriman. “Durian yang saya jual rata-rata jatuhan pohon. Sementara pengiriman hanya menggunakan jasa ekspedisi pesawat dari Bandara Blimbingsari Banyuwangi, karena saya sangat mengutamakan kualitas. Paling pas kalau durian bisa dikonsumsi tidak lebih dari enam jam setelah panen,” kata dia.
Diakuinya, dengan strategi kontrol ketat mutu durian tersebut menjadikan harganya menjadi lebih mahal dibanding durian umumnya. “Memang harganya jadi sedikit lebih mahal. Sebanding lah dengan kualitasnya,” tutur dia.
Durian yang banyak tumbuh di kawasan lereng Gunung Raung tersebut memiliki banyak varian. Beberapa di antaranya endemik Banyuwangi, seperti durian merah, oranye, pelangi dan kuning, serta varian durian lain yang telah tumbuh alami selama puluhan tahun.
Hal ini membuat cita rasa durian yang dihasilkan dari daerah Songgon berbeda dengan durian lainnya. Para penikmat durian hampir tak pernah melewatkan mencicipi durian saat berkunjung ke Banyuwangi. Uniknya lagi, selain durian segar, Solihin juga menyiapkan durian bakar khusus bagi pengunjung yang ingin mengurangi kandungan kolesterolnya.
Sementara itu Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman saat dikonfirmasi menyatakan pihaknya akan terus berupaya membantu petani buah agar tetap eksis selama pandemi covid-19 ini. Menurutnya, saat ini permintaan buah-buahan secara umum mengalami peningkatan. Baik di dalam maupun luar negeri, termasuk durian.
“Setiap tahun kita alokasikan kegiatan pengembangan durian melalui APBN dengan konsep kawasan korporasi berskala ekonomi. Sejak 2006 hingga 2019 tidak kurang dari 6.400 hektare (ha). Selain pengembangan kawasan produksi, Ditjen Hortikultura juga akan terus menata kebun-kebun yang sudah eksis," kata Liferdi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi durian secara nasional mencapai 1.169.802 ton, atau naik 27.707 ton (2,43 persen) dibanding 2018. Sentra durian nasional terbanyak di Jawa Timur, dengan produksi 289.334 ton, disusul Jawa Tengah 172.939 ton, Jawa Barat 94.183 ton, Sumatera Utara 90.105 ton, Sumatera Barat 62.564 ton, Banten 46.436 ton, dan Sulawesi Selatan 45.729 ton.
Khusus untuk Kabupaten Banyuwangi, sentra durian banyak ditemukan di Kecamatan Songgon, Kalipuro, Giri, Glagah, dan Sempu, dengan produksi sekitar 2.280 ton setahun. Hampir sepanjang tahun ada panen durian walapun dalam jumlah sedikit. Namun, panen raya biasanya terjadi pada Februari hingga April.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News