"Kita utamakan (off taker) dari dalam (negeri)," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Minggu 30 Juli 2017.
Arcandra menjelaskan, penggunaan gas Blok Masela merupakan salah satu bentuk hilirisasi. Jadi, gas tidak hanya sampai dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) melainkan bisa digunakan juga untuk petrokimia, dan lain-lain.
"Gas ini tidak hanya sampai LNG, tapi juga untuk petrochemical, atau pupuk. Semakin panjang kan semakin bagus. Nanti kita utamakan yang dalam negeri dulu, ada tidak yang berminat," ucap Arcandara.
Sejauh ini sudah ada perusahaan yang berminat akan menyerap gas dari blok yang berada di lepas pantai Laut Arafuru tersebut. Namun dengan segala pertimbangan, pemerintah memberi waktu tiga bulan untuk menentukan off taker yang tepat.
"Tiga bulan ini (targetnya)," ucap dia singkat.
Kendati demikian, Arcandra melanjutkan, ada salah satu kendala dalam menentukan siapa yang akan menyerap gas. Kendala itu adalah belum adanya kepastian berapa harga gas yang akan diberikan.
"Sudah ada beberapa (perusahaan), tapi mungkin salah satu kendala adalah harga gasnya. ini kita sedang lihat gimana bagusnya, harga gasnya," pungkas dia.
Seperti diketahui, Blok Masela akan memproduksi LNG sebesar 9,5 juta ton per tahun dan gas pipa 150 mmscfd. Sebelumnya, ada tiga opsi industri yang akan menyerap gas tersebut yakni pabrik pupuk, methanol, dan pabrik yang memproduksi dimetyl ether.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News