Demikian hal itu disampaikan oleh Ketua Pusat Studi Hukum, Ekonomi, dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Juajir Sumardi melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (17/4/2016).
Menurut Juajir, salah satu poinnya adalah untuk menyelenggarakan penguasaan dan pengusahaan Migas yang sesuai dengan UUD 1945, maka pemerintah harus membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama Badan Usaha Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUKM) yang sahamnya 100 persen milik pemerintah.
"BUKM merupakan satu-satunya pemegang kuasa pertambangan Migas di wilayah pertambangan Indonesia yang didirikan dan bertanggung jawab langsung kepada presiden," ujar Juajir.
Kemudian, UU Migas harus menetapkan Pertamina sebagai BUKM. Pemerintah menugaskan BUKM untuk menyediakan cadangan strategis Migas guna mendukung penyediaan BBM dalam negeri yang biasanya disediakan oleh pemerintah.
Terkait hal itu, lanjut Juajir, pihaknya telah menyusun naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas yang akan diusulkan kepada DPR dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Naskah akademik digagas oleh Unhas, tapi sudah di-FGD (Focus Group Discussion) di beberapa universitas. Hari ini kita tidak mau ketinggalan, karena RUU Migas sudah dimasukkan ke Baleg itu siap dibahas, maka rancangan kita ini juga hari ini akan kita serahkan ke DPR dan presiden," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Ferdinand Hutahean menambahkan, jika bicara energi nasional Indonesia hari ini, masih banyak sektor-sektor strategis yang masih dikuasai oleh asing. Begitu pun di lini lain pengelolaan migas.
"Ini ada sebuah politik global yang ingin mengebiri perusahaan negara, yang namanya Pertamina ini dikecilkan. Kemudian terkait cadangan energi nasional, cadangan BBM negara kita hanya 18 hari, sementara di Singapura, Korea Selatan, dan di mana-mana selama 90 hari. Ini sangat rentan pada ketahanan nasional," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News