Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya Yudha menanggapi protes permintaan penutupan tambang emas milik PT Citra Palu Mineral (CPM) di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Pada 23 Desember 2017, Polda Sulawesi Tengah menutup aktivitas tambang emas di Poboya. Musababnya, polisi menemukan adanya penambang yang masih menggunakan merkuri.
Menurut Satya, PT CPM sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). “Tak bisa ditutup, yang berwenang menutup itu (pemerintah) pusat,” ujar Satya, dilansir Antara, Selasa, 16 Januari 2018.
Ia menuturkan ada empat perusahaan selain PT CPM yang menambang emas di Poboya. Dan keempatnya dinyatakan ilegal. Setya mempersilakan pemerintah menutup keempat perusahaan itu jika terbukti menambang emas secara ilegal.
"Pemakaian merkuri sudah ditinggalkan di Poboya. Dulu memang sempat dipakai oleh penambang rakyat, tapi saat ini sudah tidak," kata dia.
Jika toh ditemukan adanya penggunaan merkuri, lanjutnya, seharusnya temuan itu dibuktikan dulu. Menurutnya, Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan tak bisa asal menutup perusahaan tambang legal jika ada dugaan pelanggaran.
Penutupan adalah opsi terakhir setelah pemberian sanksi tak digubris. “Jadi, tidak langsung ditutup. Ada urutannya," ujar Satya.
Observasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Maret dan Agustus 2017 menyatakan penambang di Poboya sudah tak lagi menggunakan merkuri. Observasi dilakukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
"Para penambang sudah menggunakan sianida. Penggunaan merkuri sudah mereka tinggalkan," kata Direktur B3, Yun Insiani.
KLHK memastikan penambang di sana telah mendapatkan edukasi yang baik atas penggunaan sianida. Apalagi, kata dia, KLHK menginginkan para penambang bisa menggunakan sianida untuk proses pertambangan. "Tim KLHK akan selalu mengawasi dan mengedukasi penggunaan sianida untuk penambangan emas agar ramah lingkungan," kata Yun.
Pengiat lingkungan hidup dari Serikat Indonesia Hijau Agus Sallim menilai keinginan menutup tambang Poboya justru akan menyengsarakan masyarakat sekitar. "Harusnya win win solution kalau mau menguji sektor pertambangan. Karena ini menjadi tulang punggung rakyat," kata dia.
Baca: Presiden Jokowi Diminta Blusukan ke Tambang Poboya
Sebelumnya, sejumlah pegiat lingkungan meminta semua perusahaan penambang emas di Poboya ditutup karena mencemari lingkungan. Salah satu yang keras meminta penutupan lahan tambang adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati meminta Presiden Joko Widodo meninjau Poboyo untuk melihat langsung dampak kerusakan lingkungan di sana.
"Sekitar 350 ribu warga Kota Palu terancam terpapar bahan kimia berbahaya (merkuri)," kata Hidayati, Oktober 2017.
Direktur Walhi Sulteng Abdul Haris menambahkan advokasi terkait pertambangan di Poboya telah dilakukan sejak 1997.
Penambangan emas di Poboya saat ini dikuasai PT CPM yang merupakan anak perusahaan PT Bumi Resources. Selain itu, di Poboya ikut beroperasi empat perusahaan ilegal.
"Perusahaan ilegal itu beroperasi di dalam kawasan Taman Hutan Raya yang merupakan daerah serapan air dan sumber air PDAM Kota Palu," ujar Haris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News