Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan, pihaknya terus bekerja sama dengan pemerintah terkait dengan perpanjangan operasional. Kontrak Karya akan berakhir pada 2021.
Oleh karenanya, jika pemerintah mewajibkan seluruh Kontrak Karya diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu menginginkan jaminan berupa kepastian hukum dan fiskal terhadap wilayah kerjanya terpenuhi.
"PTFI telah menyampaikan kepada Pemerintah kesediaannya untuk konversi menjadi IUPK, bila disertai dengan perjanjian stabilitas investasi bagi jaminan kepastian hukum dan fiskal," kata Riza kepada Metrotvnews.com, di Jakarta, Senin (16/1/2017).
Jika jaminan tersebut dipenuhi, Riza mengungkapkan, Freeport juga telah menyampaikan kesanggupannya dalam membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (Smelter).
Dia mengatakan, meski terkendala lahan, saat ini kemajuan smelter sudah mencapai 14 persen. Pembangunan smelter ini dijanjikannya akan dipercepat jika pemerintah memberikan kepastian perpanjangan kontrak hingga 2041.
"PT-FI juga telah menyampaikan kepada Pemerintah komitmennya untuk membangun smelter dan akan segera melanjutkan pembangunan segera setelah hak operasionalnya diperpanjang," jelas dia.
Sekadar informasi, seperti diketahui sebelumnya, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang merupakan revisi keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam PP tersebut disebutkan, hanya perusahan tambang yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dan IUPK yang berhak mengekspor konsentratnya. Perusahaan tambang seperti Freeport perlu mengubah kontrak dari Kontrak Karya menjadi IUPK agar diberikan izin ekspor konsentrat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News