Di antara sekian banyak peristiwa yang terjadi, ada lima peristiwa besar di 2014 yang cukup menimbulkan pro dan kontra bagi masyarakat Indonesia, bahkan di dunia. Metrotvnews.com menyajikan lima peristiwa penting tersebut, berikut ulasannya.
1. Naik dan Turunnya Harga LPG 12 KG
Awal 2014 dibuka dengan keputusan Pertamina menaikkan harga gas Liquide Petrolium Gas (LPG) merek Elpiji 12 KG sebesar Rp3.959 per kilogram (kg). Kenaikan ini dilakukan serentak di seluruh Indonesia per 1 Januari 2014 pukul 00.00 WIB. Pertamina beralasan, kenaikan ini dilakukan menyusul tingginya harga pokok LPG di pasar dan turunnya nilai tukar Rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin membesar.
Kenaikan hampir sebesar 60 persen dari harga awal ini membuat masyarakat dan para pedagang gas resah. Masyarakat merasa berat dengan harga baru tersebut, sebab kenaikan ini akan memicu kenaikan harga bahan pokok lainnya. Protes dilayangkan di mana-mana dan akhirnya enam hari kemudian, tepat pada 7 Januari 2014 pukul 00.00 WIB, Pemerintah menurunkan kembali harga elpiji 12 KG menjadi hanya Rp1.000 per kg.
Penurunan ini disampaikan langsung oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa, Menteri ESDM Jero Wacik , Ketua BPK Hadi Purnomo , dan Dirut Pertamina Karen Agustiawan di Kantor BPK Jalan Gatot Subroto Jakarta. Namun penurunan ini terjadi dengan kesepakatan Pertamina akan menaikkan harga elpiji 12 kg secara bertahap hingga 2016.
2. Penerapan UU Minerba no 4 tahun 2009 Tentang Larangan Ekspor Konsentrat Mineral
Berselang seminggu setelah penurunan harga elpiji 12 kg, Pemerintah Indonesia menerapkan Undang-Undang Mineral dan Batu bara (Minerba) no 4 tahun 2009. UU ini melarang pengusaha dan perusahaan untuk mengekspor barang mineral mentah ke luar negeri. Para pengusaha tambang diwajibkan melakukan pengolahan dan pemurnian mineral terlebih dahulu di pabrik smelter.
Setelah diterapkan, kebijakan ini menumbulkan banyak protes dari kalangan pengusahan mineral. Selain menyebabkan merosotnya eksport produk Indonesia dalam neraca perdagangan, kebijakan ini akan menimbulkan PHK besar-besaran di perusahaan mineral. Pasalnya banyak perusahaan mineral dan tambang yang mulai menahan laju produksinya, bahkan ada yang menutup usahanya akibat tidak mampu membangun smelter. Memang untuk membuat satu smelter dibutuhkan investasi yang sangat besar, sekitar USD1 miliar per satu smelter.
Ditutupnya keran ekspor ini membuat pasokan barang mentah ke luar negeri tersendat. Negara tujuan hasil ekspor resah dan merasa terganggung dengan adanya larangan ekspor. Mereka mulai melobi pemerintah Indonesia. Bahkan Jepang mengancam akan menyeret persoalan ini ke organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah tak gentar menghadapi ancaman tersebut. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, R. Sukhyar, menjelaskan bahwa sudah ada sosialisasi sebelumnya sejak 2005 ke semua negara tujuan ekspor dan pengusahan Mineral. Dengan demikian, sudah selayaknya mereka mempersiapkan diri.
Selain Jepang, Asosiasi Pengusahan Mineral Indonesia (Apemindo) juga melayangkan gugatan UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pengusahan yang tergabung dalam Apemindo merasa UU Minerba dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945 dan membuat kegiatan operasional mereka terhenti. Gugatan ini ditolak oleh MK pada Desember 2014 dengan alasan hasil pertambangan adalah sumber kekayaan alam yang dikuasai negara sehingga negara berhak melakukan pengaturan terhadap sumber daya alam tersebut.
3. Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Adjustment Tarif
Mei 2014, Pemerintah menetapkan kenaikan tarif Dasar LIstrik (TDL) dua golongan industri dan kenaikan TDL empat golongan nonindustri secara progresif. Kenaikan tarif listrik enam golongan itu dilakuan pada Selasa, 1 Juli 2014 tepat pukul 00.00 WIB. Dua industri yang mengalami kenaikan tarif listrik secara bertahap setiap dua bulan adalah golongan I-3 dengan daya di atas 300 Kva yang sudah go public. Kedua, pelanggan industri besar I-4 daya 30 ribu Kva ke atas.
Sedangkan tarif listrik progersif ditetapkan pada empat golongan pelanggan yang sudah dicabut subsidinya terlebih dahulu rumah tangga) besar R-3 daya 6.600 va ke atas. Sedangkan, bisnis menengah B-2 daya 6.000 va sampai 200 kva, sedangkan bisnis besar B-3 daya di atas 200 kva dan kantor pemerintahan sedang P-1 daya 6.600 va sampai 200 kva.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman mengatakan pencabutan subsidi listrik secara bertahap dan penerapan tarif progresif seperti pertamax sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2014. "Kami mengumumkan terbitnya Peraturan Menteri 09 Tahun 2014, sejalan dengan pengurangan subsidi yang dimulai 2013," ujar dia beberapa waktu sebelum penerapan dilakukan.
Pemerintah beralasan kenaikan ini dilakukan karena ke dua industri dan empat golongan lainnya adalah golongan mampu yang tidak layak menerima subsidi dari pemerintah. Pemerintah juga menegaskan tidak akan menaikkan TDL bagi golongan rakyat kecil yang kurang mampu yakni golongan Rumah tangga satu (R-1) 450 KV dan Rumah tangga 2(R-2) - 900 Kv. Dengan kenaikan TDL tersebut, maka total subsidi yang dapat dihemat sekitar Rp17,36 triliun.
4. Kenaikan Harga LPG 12 Kg
Sesuai kesepakatan di awal tahun, Pertamina kembali menaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 per kg atau Rp18.000 per tabung 12 kg. Kenaikan ini dilakukan mulai Rabu, 10 September 2014 pukul 00.00 WIB. Tidak seperti sebelumnya, Pemerintah dalam rapat koordinasi yang berlangsung di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian menyetujui kenaikan ini.
Chairul Tanjung, Menko Perekonomian saat itu, mengatakan kenaikan harga Rp1.500 per kg atau Rp18.000 per tabung itu tidak berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat. Masyarakat tidak akan terlalu terbebani dengan kenaikan harga elpiji nonsubsidi tersebut.
"Inflasi akibat kenaikan harga LPG 12 kg akan terkendali. Karena kenaikannya kecil sehingga dampak inflasinya juga kecil hanya 0,1 persen," katanya saat konferensi pers kenaikan harga LPG.
Dengan naik Rp1.500 per kg, maka akan mengurangi kerugian Pertamina Rp452 miliar. Sementara jika tidak dilakukan, kerugian diperkirakan mencapai Rp6,1 triliun. Dalam dua tahun ke depan, Pertamina akan menaikkan harga LPG Rp1.500 per kg setiap 1 Januari dan 1 Juli. Sehingga pada 2016 harga LPG 12 kg diperkirakan mendekati keekonomian sebesar Rp11.944 per kg atau Rp180.000 per tabung di level konsumen.
5. Kenaikan Harga BBM Premium dan Solar
Kebijakan terakhir disektor energi yang menimbulkan efek besar adalah kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada Senin, 18 November 2014 malam, Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi sebesar Rp2.000 per liter untuk jenis premium dan solar. BBM bersubsidi naik harga terhitung Selasa (19/11/2014). Dengan adanya kenaikan ini, Premium yang semula Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter. Sedangkan solar yang sebelumnya Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 per liter.
Langkah ini ditempuh karena subsidi BBM sudah dinilai memberatkan dalam APBN sehingga menyebabkan defisit dalam neraca Perdagangan dan Defisit neraca keuangan. Dengan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi, ruang fiskal akan melonggar sehingga pemerintah bisa mengalihkan subsidi ke sektor yang lebih produktif seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Hingga kini, pro dan kontra kenaikan harga BBM bersubsidi terus bergulir di masyarakat. Namun pemerintah tak goyah dan berubah pikiran. Bahkan masih terus berupaya meminimalisir efek dan dampak kenaikan harga BBM serta menahan laju inflasi dan harga agar tak melambung tinggi. Pengalihan anggaran subsidi BBM pun terus dilakukan dengan fokus utama pada kelancaran penyaluran dan penggunaan tiga kartu sakti serta pembangunan infrastruktur yang memadai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News