"Jadi kenapa tidak kita kembangkan etanol second generation? Karena kalau di blend dengan etanol saja harganya lebih mahal," ujarnya di Pertamina Energy Forum, Jakarta, Rabu, 27 November 2019.
Dadi mengatakan, apabila hal ini direalisasikan, maka harga gasoline (bensin) bisa lebih murah dan efisiensi pembakaran lebih tinggi. "Ini yang Bu Nicke (Direktur Utama Pertamina) sudah mention," imbuhnya.
Adapun dalam penerapan biogasoline, ada dua strategi yang akan dilakukan perusahaan, yakni menunggu produksi Pertamina atau impor terlebih dahulu.
"Kalau impor dulu kira-kira saving money yang bisa diperoleh sekitar USD800 juta per tahun. Ini yang coba kita usahakan," kata Dadi.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Budi Gunadi Sadikin menginginkan adanya diversifikasi bisnis di perusahaan pelat merah itu. Hal tersebut seiring dengan peralihan energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).
"Kalau dulu beberapa industri di pabrik menggunakan oil fuel, mungkin enggak gitu nanti ke depan, sistem berubah. Sekarang sumber primer sebagian besar masih fosil, nanti bisa pakai solar panel, biomassa atau apa saja," ujarnya.
Budi menilai langkah awal diversifikasi energi bisa dilakukan dengan menggarap sumber energi lokal, yakni membangun panel surya di pulau-pulau terpencil dibandingkan membangun sumber energi skala besar.
"Mungkin lebih make sense bikin solar-solar panel di pulau terpencil, tinggal tambah baterai untuk malam hari," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News